Rabu 22 Apr 2020 23:10 WIB
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Sadly Rachman
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap tanggal 20 tahun diperingati sebagai hari Bumi. Hari Bumi pertama diperingati pada 22 April 1970 dengan memobilisasi jutaan warga Amerika Serikat (AS) untuk melindungi Planet Bumi.
Saat itu sekitar 20 juta orang Amerika atau sekitar 10 persen dari populasi AS turun ke jalan, pihak kampus dan ratusan kota ikut memprotes pengabaian lingkungan dan menuntut langkah maju baru bagi Planet Bumi.
Lalu, apa kabar Bumi kita hari ini?
Baru-baru ini para ilmuwan telah mendeteksi kemungkinan adanya lubang terbesar di lapisan ozon Kutub Utara. Menurut mereka, lubang ozon itu dapat mencakup tiga kali ukuran Greenland.
Menurut pemaparan, lubang yang terbentuk di lapisan ozon, merupakan gas di atmosfer Bumi yang menyerap banyak sinar ultra violet berbahaya dari sinar Matahari.
Lapisan ozon merupakan pelindung Bumi dari radiasi ultraviolet. Jika lubang ozon semakin besar, bisa menyebabkan orang-orang yang tinggal di kutub utara bumi terpapar radiasi ultraviolet.
Lubang ozon terbuka di Kutub Utara atau Arktik adalah hal yang jarang terjadi. Ini berbeda dengan lubang ozon di Kutub Selatan atau Antartika yang memang terbuka setiap tahunnya. Dilansir dari Space, Senin (13/4), setiap tahunnya di Antartika hal tersebut memang terjadi. Sebab, ada perubahan musiman pada tutupan awan.
"Dari sudut pandang saya, ini adalah pertama kalinya Anda dapat berbicara tentang lubang ozon nyata di Kutub Utara," ujar ilmuwan atmosfer di Pusat Dirgantara Jerman, Martin Dameris, kepada Nature, pekan lalu.
Untungnya, dengan matahari perlahan semakin tinggi di Kutub Utara, suhu atmosfer mulai meningkat, yang berarti kondisi itu menyebabkan lubang ozon akan segera berubah.
Sementara itu, sebuah studi baru dalam jurnal Geophysical Research Letters memperkirakan adanya pengurangan besar-besaran es laut Kutub Utara selama tiga dekade ke depan. Studi tersebut memprediksi Kutub Utara akan mengalami musim panas bebas es pertamanya sebelum 2050.
Diperkirakan bahwa dunia memiliki sisa karbon sekitar 1.000 gigaton karbon dioksida. Ini adalah batas maksimal untuk emisi masa depan kita jika kita ingin mencegah kenaikan suhu global sebesar 2 derajat Celcius dibandingkan dengan tingkat pra-industri.
Gletser mencair
Gletser Denman yang berada di Antartika dilaporkan telah mencair dan tenggelam ke salah satu ngarai raksasa terdalam di dunia. Dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters pada 23 Maret lalu, hal ini disebut dapat memberi dampak lebih buruk atas masalah yang sudah terjadi di Bumi.
Sementara itu, Pine Island Glacier, salah satu gletser yang menyusut dengan cepat di Antartika runtuh, Sabtu (15/2). Menurut The Washinton Post, secara totoal gunung es berukuran sekitar dua kali ukuran Washington DC di area lebih dari 130 mil persegi atau 350 kilometer persegi. Area ini hampir sama seperti luasnya kota Surabaya.
Peristiwa yang terjadi di Pine Island Glacier setiap empat hingga enam tahun, saat ini telah menjadi tahunan. Dalam dekade terakhir, bongkahan gletser yang sangat besar menghilang pada 2011, 2013, 2015, 2017, 2018 dan sekarang pada 2020.