REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ramadhan menjadi momentum yang paling tepat bagi kaum Muslimin untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah. Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia, termasuk kategori uzur yang membatasi ruang gerak beribadah.
"Namun tidak perlu kahwatir, selama niat dan selama ini kita selalu mengisi Ramadhan dengan baik, dan benar, ibadah yang kita lakukan di rumah tidak akan mengurangi kualitas dan pahala ibadah kita," kata Ketua umum Pengurus Besar Pemuda Al Irsyad Ustaz Fahmi Bahreisy Lc, Msi saat dihubungi, Kamis (23/4).
Begitu banyaknya pahala puasa, tidak heran menjelang Ramadhan ini sudah banyak planning yang dibuat umat Muslim agar bisa memaksimalkan ibadah dan mampu mengejar target sebagai orang-orang yang bertaqwa.
Namun saat ini, kata dia, umat dihadapkan dengan kondisi di mana wabah pandemi Covid-19 yang semakin menyebar. "Yang mana mengakibatkan pelaksanaan ibadah terbatas dan tidak seperti biasanya," katanya.
Pengajar di sejumlah majelis taklim ini mengatakan, muncul kekhawatirakn ibadah di rumah selama pandemi Covid-19 berpengaruh pada keutamaan dan pahala.
"Ketahuilah, bahwa jika seseorang tidak mampu untuk beribadah secara maksimal dan normal, padahal sebelumnya ia mampu melakukannya secara rutin, ingatlah keadaan seperti ini akan dicatat seperti ia melakukannya saat sehat, kuat dan tanpa uzur, yaitu sesuai dengan kebiasaannya ketika itu," katanya.
Untuk meyakinkan hal tersebut Ustaz Fahmi menyampaikan beberapa hadits Rasulullah SAW. Berikut beberapa hadis yang menguatkan bahwa ibadah yang dilakukan di rumah tidak akan mengurangi kualitas dan pahala ibadah kita.
Dari Abu Musa RA Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR Bukhari, no 2996)
Hadits di atas menceritakan saat Yazid bin Abi Kabsyah puasa ketika safar (saat perjalanan jauh), Abu Burdah lantas mengatakan padanya bahwa ia baru saja mendengar Abu Musa menyebutkan sabda Nabi SAW seperti yang disebutkan di atas.
Imam Bukhari membawakan hadits di atas dalam bab:
يُكْتَبُ لِلْمُسَافِرِ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ فِى الإِقَامَةِ
“Dicatat bagi musafir pahala seperti kebiasaan amalnya saat mukim.”
Dari hadits itu, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan:
وَهُوَ فِي حَقّ مَنْ كَانَ يَعْمَل طَاعَة فَمَنَعَ مِنْهَا وَكَانَتْ نِيَّته لَوْلَا الْمَانِع أَنْ يَدُوم عَلَيْهَا
“Hadits di atas berlaku untuk orang yang ingin melakukan ketaatan lantas terhalang dari melakukannya. Padahal ia sudah punya niatan kalau tidak ada yang menghalangi, amalan tersebut akan dijaga rutin.” (Fath Al-Bari, 6: 136)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
الْعَبْدَ إِذَا كَانَ عَلَى طَرِيقَةٍ حَسَنَةٍ مِنَ الْعِبَادَةِ ثُمَّ مَرِضَ قِيلَ لِلْمَلَكِ الْمُوَكَّلِ بِهِ اكْتُبْ لَهُ مِثْلَ عَمَلِهِ إِذَا كَانَ طَلِيقاً حَتَّى أُطْلِقَهُ أَوْ أَكْفِتَهُ إِلَىَّ
“Seorang hamba jika ia berada pada jalan yang baik dalam ibadah, kemudian ia sakit, maka dikatakan pada malaikat yang bertugas mencatat amalan, “Tulislah padanya semisal yang ia amalkan rutin jika ia tidak terikat sampai Aku melepasnya atau sampai Aku mencabut nyawanya.” (HR Ahmad, 2: 203. Syekh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih, sedangkan sanad hadits ini hasan)
Jadi hadits dan keterangan dari para ulama di atas kata Ustaz, Fahmi menjelaskan kepada kita bahwa selama ada uzur yang menghalangi kita untuk beribadah secara maksimal, maka Allah SWT akan tetap catat kita seperti saat melakukan ibadah secara normal. "Tentunya sesuai dengan niat dan kebiasaan kita," katanya.