REPUBLIKA.CO.ID, TEXAS -- Selama masa Ramadhan di Texas Utara, Amerika Serikat (AS), para remaja di sana mengunjungi restoran IHOP dengan teman-teman sebelum puasa dimulai saat matahari terbit. Keluarga menyiapkan makanan lengkap bagi para tamu untuk berbuka puasa saat matahari terbenam. Para jamaah berkumpul dalam doa setiap malam untuk shalat Tawarih, dan doa malam khusus.
Itu karena Ramadhan, yang di AS dimulai Kamis malam akan berlangsung hingga 23 Mei mendatang, adalah waktu untuk beribadah dan waktu untuk membangun komunitas Muslim. Tetapi selama krisis Covid-19, perintah tetap tinggal di rumah dan mengatur jarak sosial diperkirakan berlangsung selama bulan Ramadhan.
Hal itu mengkhawatirkan banyak Muslim lokal, termasuk Imam Abdel Rahman Murphy. "Seperti apa Ramadhan saya tanpa momen-momen komunitas yang benar-benar membangkitkan semangat?" katanya dikutip dari The Dallas Morning News, Kamis (22/4). "Ini pertanyaan besar yang mungkin dimiliki semua orang sekarang."
Murphy, seorang instruktur di Qalam Seminary, mengelola ruang komunitas di Dallas dengan program spiritual, sosial, dan pendidikan. Dia mungkin juga dianggap sebagai 'pendeta' tidak resmi dari Universitas Texas di Dallas. Meskipun tetap tinggal di rumah, Murphy bersama istrinya Mehreen Khan, dan kedua anaknya Musah Murphy (tiga tahun) dan Iman Murphy (satu tahun), kemungkinan akan menemukan cara untuk mempertahankan beberapa tradisi Ramadhan.
Mereka akan memasang lampu berkelap-kelip di rumah mereka, dan makan kurma. "Setiap saat setiap hari, Anda tidak bisa melupakan Ramadhan," katanya. "Dan itulah yang benar-benar saya sukai-budaya yang dibawa ke setiap rumah."
Sebagian besar imam berencana untuk melakukan pembacaan Alquran secara langsung, biasanya disajikan pada waktu shalat malam selama bulan Ramadhan, dan ceramah tentang Islam. Namun, kali ini anggota masyarakat tidak dapat berkumpul secara langsung untuk beribadah. Dan mereka tidak akan bisa menikmati makanan komunitas besar yang sering menandai akhir dari hari puasa yang panjang.
Amira Hopovac, yang tinggal di Garland bersama keluarganya, bertanya-tanya bagaimana menjelaskan perubahan (tradisi Ramadhan) tahun ini kepada ketiga anaknya. Selama Ramadhan berlangsung normal, ia dan suaminya, Denis, berbuka puasa dengan anggota komunitas etnis dan agama yang berbeda. "Kami berkumpul untuk berbuka puasa bersama komunitas," kata Amira. "Kami berkumpul dan semua orang membuat hidangan, satu asin, satu manis. Dan setiap keluarga membawanya, lalu kita berbuka bersama.”
"Sangat indah untuk melihat dan merasa di rumah di mana pun Anda pergi," kata Denis Hopovac, "dan (pertemuan di masjid-masjid) memberikan kesempatan ... Di mana pun Anda berasal, rasanya seperti di rumah."
Hopovac datang ke AS sebagai pengungsi. Keluarga Denis Hopovac lolos dari perang saudara di Bosnia-Herzegovina, di mana pasukan militer melakukan pembersihan terhadap etnis Muslim, dan ayahnya ditempatkan di kamp konsentrasi. Amira Hopovac melarikan diri dari kekerasan serupa di Kroasia.
Denis mengatakan, ia mengharapkan orang menggunakan pandemi Covid-19 sebagai kesempatan untuk mengevaluasi kembali apa yang penting dalam hidup dan berkontribusi pada kebaikan yang lebih besar. "Saya berharap umat Islam kita sadar, dan bangun sedikit setelah ini," katanya. "Bahwa kita kembali ke keesaan dan keindahan Allah dan masyarakat, dan hanya bersyukur untuk berada di sini, hidup, dan mampu berpuasa Ramadhan lain."