REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pandemi virus corona mendorong Korea Selatan (Korsel) mengalami kontraksi ekonomi terburuk sejak 2008 pada kuartal pertama tahun ini. Hal itu karena isolasi untuk menahan laju penyebaran virus Covid-19 memukul keras konsumsi, membuat bisnis ditutup dan perdagangan global terpuruk.
Bank sentral Korsel mengatakan produk domestik bruto (PDB) Korsel pada kuartal pertama mengalami penurunan sebesar 1,4 persen dibandingkan tiga bulan sebelumnya. Angka itu sedikit lebih rendah dibandingkan jajak pendapat Reuters yang sebesar 1.5 persen.
Hal itu menyoroti tantangan permintaan domestik. Menjadi kuartal terburuk sejak krisis finansial 2008, konsumsi swasta menyusut 6,4 persen. Pada 2008, konsumsi swasta menyusut 13,8 persen.
"Ekonomi tampaknya mengalami kontraksi setidaknya sampai kuartal selanjutnya karena kesulitan ekspor masih berlangsung, konsumsi akan membaik terutama pengeluaran fiskal meningkat tapi barang-barang utama ekspor seperti produk petrokimia akan mengalami penurunan," kata ekonomi bank sentral KB Bank, Moon Jung-hui, Kamis (23/4).
Sejak Seoul menerapkan karantina nasional pada akhir Januari lalu perekonomian di seluruh Negeri Ginseng sudah mulai lumpuh. Kebijakan itu membuat bisnis-bisnis ditutup dan mengharuskan pekerja tetap tinggal di rumah.
Pada Ahad (19/4) lalu, pemerintah Korsel sudah mulai melonggarkan beberapa peraturan pembatasan sosial. Tapi perekonomian terbesar keempat di Asia itu menuju resesi pertama mereka sejak tahun 2003 karena ekspor belum dapat dipulihkan.
Secara teknis resesi didefinisikan ketika negara mengalami perlambatan ekonomi dua kuartal berturut-turut. Berdasarkan data pada Kamis ini ekspor Korsel pada kuartal pertama tahun ini turun 2 persen dari kuartal keempat tahun lalu. Sementara, investasi di bidang konstruksi dan kapital naik 1,3 persen dan 0,2 persen.
Pada 20 hari pertama bulan April ekspor Korsel turun 27 persen dari tahun ke tahun. Dalam beberapa bulan ke depan pengiriman barang diperkirakan akan menyusut lebih dalam lagi karena mitra dagang terbesar mereka seperti Eropa dan Amerika Serikat masih menjalani karantina nasional.
Para investor khawatir menurunnya perekonomian China dapat mengguncang pertumbuhan ekonomi global, serta mengganggu ekspor-ekspor utama Korsel seperti chip memori dan produk-produk petrokimia.
Perekonomian China yang menguasai sepertiga pertumbuhan ekonomi dunia dalam beberapa tahun terakhir mengalami kontraksi untuk pertama kalinya sejak 1992. Tekanan terhadap perekonomian Korsel diperkirakan terus berlangsung selama beberapa bulan ke depan.
Berdasarkan jajak pendapat Reuters produk domestik bruto tahun ini diperkirakan menyusut 0.1 persen. Prediksi International Monetary Fund (IMF) lebih besar lagi yaitu sebesar 1,2 persen.