Kamis 23 Apr 2020 15:27 WIB

Politikus PDIP Ditawari Uang Agar Serahkan Kursi ke Masiku

Riezky ditawari satu suara seharga Rp 50 ribu.

Anggota DPR Riezky Aprilia.
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Anggota DPR Riezky Aprilia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I, Riezky Aprilia mengaku sempat ditawari uang Rp50 ribu per suara, agar mau menyerahkan kursi parlemennya ke politikus PDIP lainnya yaitu Harun Masiku.  Artinya, suara Riezky sebanyak 44.402 suara itu akan dikonversi menjadi Rp 2,22 miliar.

"Yang pasti yang Saeful sampaikan suara saya mau diganti satu suara saya jadi Rp50 ribu. Maksudnya suara saya 44.402, satu suara diganti nominal Rp50 ribu," kata Riezky di kediamannya di Jakarta, Kamis.

Riezky menyampaikan hal tersebut sebagai saksi di pengadilan untuk terdakwa Saeful Bahri. Riezky bersaksi melalui sarana "video conference", sedangkan Saeful Bahri berada di Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Gedung KPK lama, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, majelis hakim dan sebagian penasihat hukum berada di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Saeful Bahri selaku terdakwa juga adalah kader PDIP. Ia didakwa bersama-sama Harun Masiku menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta, agar mengupayakan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Daerah Sumatera Selatan I kepada Harun Masiku.

Penawaran tersebut terjadi di Hotel Shangri-La Orchard Hotel, Singapura pada sekitar 24 atau 25 September 2019, sebelum Riezky dilantik.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa meski politikus PDIP Nazarudin Kiemas sudah meninggal dunia, namun ia tetap mendapat suara tertinggi di Dapil Sumsel I yaitu 34.276 suara dalam pileg.

Suara Nazarudin itu lalu dialihkan ke suara Riezky yang berada di posisi berikutnya. Riezky pun mendapat total 44.402 suara dan berhak sebagai anggota DPR RI.

Rapat pleno PDIP

Pada Juli 2019, rapat pleno PDIP memutuskan Harun Masiku yang hanya mendapat suara 5.878 sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas.

"Tapi saya tidak mau karena saya tidak kenal orang ini, saya tidak tahu omongannya benar atau tidak," ujar Riezky.

Pertemuan itu menurut Riezky terjadi, karena sebelumnya ia sudah dihubungi oleh pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah. Ia dihubungi Donny pada 23 September.

 

"Dihubungi Donny Tri bahwa dia akan ke Singapura, saya pikir beliau yang datang tapi ternyata yang menemui saya Saeful, saya juga baru kenal dia di sana," ungkap Riezky.

Dalam percakapan selama sekitar 45 menit tersebut, Saeful meminta Riezky mundur dari kursi DPR yang ia peroleh dengan suara 44.402 tersebut.

"Yang pasti saya sampaikan saya tidak akan mundur karena saya meyakini saya tidak kenal beliau dan saya yakin tidak ada kaitan dengan partai. Saeful juga mengatakan bahwa politik ini harus fleksibel demikian yang saya ingat," ujar Riezky.

Riezky diminta mundur untuk diganti oleh Harun Masiku. Namun Riezky menegaskan, berdasarkan aturan undang-undang ia sudah ditetapkan menjadu anggota dewan melalui mekanisme.

"Saya juga tidak tahu dengan beliau ini, saya tidak tahu apa yang dia sampaikan benar atau tidak tapi beliau mengatakan minta saya mundur, 'di-replace' sama Harun," kata Riezky.

Riezky mengaku saat itu Saeful membawa sejumlah dokumen berupa tumpukan kertas dan map. Namun ia tidak menyentuh sama sekali.

"Dia membawa kertas yang katanya surat-surat termasuk keputusan MA, tapi saya tidak sentuh karena posisinya saya sendiri saat bertemu dia. Dia mau menunjukkan surat itu, tapi saya gak mau," kata Riezky lagi.

Riezky pun selanjutnya tidak pernah bertemu lagi dengan Saeful atau dihubungi orang lain dari DPP PDIP mengenai permintaan mundurnya tersebut. "Saya juga tidak bersentuhan dengan partai, karena saya tidak kenal Saeful juga, jadi saya gak perlu konfirmasi ke partai," ujar Riezky.

Dalam dakwaan disebutkan Harun Masiku meminta Saeful Bahri agar ia dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apa pun yang kemudian disanggupi Saeful.

Saeful bersama Donny Tri Istiqomah lalu menemui Harun Masiku di restoran Hotel Grand Hyatt Jakarta pada 13 Desember 2019 dan disepakati biaya operasional untuk Wahyu adalah sebesar Rp1,5 miliar, dengan harapan Harun dapat dilantik sebagai anggota DPR pada Januari 2020.

Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 9 Januari 2020, Harun hingga saat ini belum ditemukan dan sudah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buron.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement