Kamis 23 Apr 2020 16:14 WIB

Spekulasi Suksesi di Tengah Rumor Kim Jong-un Sakit

Adik perempuan Kim Jong-un, Kim Yo Jong menjadi kandidat terkuat lanjutkan kekuasaan.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un
Foto: Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG — Dalam beberapa waktu terakhir, rumor mengenai kondisi kesehatan pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un yang memburuk terus beredar. Kabar ini pertama kali muncul setelah ia yang tidak menghadiri peringatan ulang tahun sang kakek, sekaligus pendiri negara Kim Il Sung yang ke-108 pada 15 April lalu. 

Acara peringatan itu menjadi salah satu hari pering bagi Korut dan Kim Jong-un tidak pernah sekalipun melewatkannya sejak resmi menjadi pemimpin negara, meneruskan kekuasaan dari sang ayah pada akhir 2011. Namun, hingga kini tidak ada kabar apapun terdengar dari perwakilan pemerintah, membuat spekulasi mengenai kekhawatiran suksesi siapakah yang akan menjalankan negara terisolasi itu. 

Baca Juga

Dilansir New Zealand Herald, media pemerintah Korut hanya menyampaikan bahwa Kim Jong-un telah mengirim ucapan terima kasih kepada Presiden Suriah yang mengucapkan salam pada hari ulang tahun Kim Il Sung. Namun, tak ada laporan kegiatan lainnya. 

Bahkan Korea Selatan (Korsel) mengatakan bahwa tak ada perkembangan yang terdeteksi di Korut. Sebelumnya, Kim Jong-un pernah tidak tampil di hadapan publik dalam waktu cukup lama. Saat itu, banyak pihak yang juga meyakini bahwa pria berusia 36 tahun itu dalam keadaan tidak sehat. 

Kali ini, rumor kondisi kesehatan Kim Jong-un memburuk kembali beredar. Namun, satu yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya pertanyaan tentang masa depan politik Korut yang mungkin tidak jelas, karena garis suksesi yang belum ada. Selama tujuh dekade, negara itu dipimpin oleh keturunan Kim Il Sung.

Kim Jong-un adalah generasi ketiga dari keluarganya yang memerintah Korut. Kultus kepribadian yang kuat telah dibangun di sekelilingnya, sang ayah dan kakek. Garis keturunan keluarga "Paektu", dinamai berdasarkan puncak tertinggi di Semenanjung Korea, dikatakan hanya memberi anggota keluarga langsung hak untuk memerintah bangsa.

Hal itu membuat adik perempuan Kim Jong-un, Kim Yo Jong menjadi kandidat terkuat yang paling mungkin meneruskan kekuasaan jika sang kakak tidak mampu untuk memimpin Korut karena sakit atau meninggal. Namun, beberapa ahli mengatakan kepemimpinan kolektif, yang dapat mengakhiri aturan dinasti keluarga, juga bisa dimungkinkan.

"Di antara elite kekuasaan Korut, Kim Yo Jong memiliki peluang tertinggi untuk mewarisi kekuasaan, dan saya pikir kemungkinan itu lebih dari 90 persen," ujar analis Cheong Seong Chang di Institut Sejong swasta di Korsel. 

Cheong Seong Chang mengatakan Korut seperti sebuah dinasti dan Pektu dilihat sebagai darah kerajaan, sehingga tidak mungkin siapapun mengangkat masalah tentang Kim Yo Jong yang mungkin akan mengambil alih kekuasaan. Kim Yo Jong selama ini dikenal paling menonjol di antara para pejabat pemerintahan, bahkan ia mendampingi Kim Jong-un dalam pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. 

"Saya pikir asumsi dasarnya adalah bahwa mungkin seseorang dalam keluarga itu untuk menggantikan Kim Jong-un. Tapi sekali lagi, masih terlalu dini untuk membicarakan hal itu karena kita tidak tahu kondisi Kim Jong-un dan harus melihat bagaimana nanti,” kata penasihat keamanan nasional AS Robert O'Brien. 

Fakta bahwa Korut adalah masyarakat yang sangat patriarkal telah membuat beberapa orang bertanya-tanya apakah Kim Yo Jong hanya akan berfungsi sebagai tokoh sementara. Ia diyakini kemudian digantikan oleh kepemimpinan kolektif yang sama dengan yang didirikan setelah kematian diktator Komunis lainnya.

"Politik Korea Utara dan tiga transfer kekuasaan turun-temurun berpusat pada laki-laki. Saya bertanya-tanya apakah dia benar-benar dapat mengatasi perebutan kekuasaan sosialis berdarah dan menggunakan kekuatannya," kata Nam Sung Wook, seorang profesor di Universitas Korea di Korsel. 

Sebuah kepemimpinan kolektif kemungkinan akan dipimpin oleh Choe Ryong Hae, kepala negara seremonial Korut yang secara resmi menempati peringkat kedua dalam hierarki kekuasaan negara saat ini, kata Nam. Namun, ia bukanlah anggota keluarga Kim Jong-un dan ini bisa menimbulkan pertanyaan tengan legitimasinya, bahkan menempatkan Korut dalam kekacauan politik yang lebih dalam. 

Sementara, anggota keluarga Kim Jong-un lainnya yang mungkin mengambil alih kekuasaan adalah Kim Pyong Il, saudara tiri Kim Jong Il yang berusia 65 tahun, Ia dilaporkan kembali ke Korut pada November 2019 setelah berpuluh tahun berada di Eropa sebagai diplomat.

Usia Kim Pyong Il dinilai bisa menjadikannya orang terdepan untuk kepemimpinan kolektif oleh Komisi Urusan Negara untuk penerus generasi berikutnya yang disukai. Namun, menurut Leif-Eric Easley, seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul, dinamika kekuatan elite dan bahaya ketidakstabilan mungkin menjadikan itu pilihan yang tidak mungkin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement