REPUBLIKA.CO.ID, BANTEN -- Pengamat kebijakan publik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Riswanda menganggap pemerintah sedang berupaya menyeimbangkan berbagai kepentingan melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
"Banyak sekali kepentingan dalam urusan ekonomi, investasi, dan ketenagakerjaan. Omnibus Law dalam tataran yang ideal sebenarnya upaya mengakomodasi berbagai kepentingan baik dari pengusaha, pekerja, dan masyarakat supaya kebermanfaatannya maksimal," kata Riswanda dalam diskusi virtual bertajuk RUU Cipta Kerja dan Masa Depan Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi Covid-19, Kamis (23/4).
Ia melihat saat ini regulasi yang ada sebelum Omnibus Law RUU Cipta Kerja, mulai kehilangan relevansi. Perkembangan zaman dan iklim ekonomi ini di dunia harus diikuti pula dengan perubahan regulasi di dalam negeri.
Riswanda juga menilai metode Omnibus Law ini sebenarnya upaya untuk menjawab tantangan disrupsi besar yang meliputi aspek struktural, kultural, dan digital dalam implementasinya ke perekonomian. "Regulasi seperti ini kan belum umum di Indonesia, tapi memang ini diperlukan untuk menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut," katanya.
Masalahnya, kata Riswanda, pemerintah juga perlu memastikan agar berbagai kepentingan tersebut bisa terakomodasi secara penuh juga dalam regulasi yang sedang disusun. "Harus ada sistem yang terkontrol jelas. Semua stakeholder perlu dilibatkan karena nantinya ini juga akan berdampak ke mereka. Pengusaha harus didengar, pekerja juga harus didengar," kata Riswanda.
Sebelumnya, diberitakan penolakan terhadap draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja oleh serikat terus bergulir. Bahkan Konfenderasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) yang mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kampanye, bakal melakukan demonstrasi besar menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
Tidak hanya KSBSI, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI) merasa kecewa dengan DPR RI yang sepakat membawa Omnibus Law RUU Cipta Kerja untuk diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg). KSPI pun mengancam menggelar demo dengan mengerahkan 50 ribu massa meski di tengah pandemi Covid-19.
"Kami berpendapat, anggota DPR yang mengesahkan pembahasan RUU Cipta Kerja di Baleg tidak punya hati nurani dan tidak memiliki empati kepada jutaan buruh yang sampai saat ini bertaruh nyawa dengan tetap bekerja di pabrik-pabrik, ditengah imbauan social distancing," kata Presiden KSPI Said Iqbal.
Menanggapi penolakan tersebut, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Ciptaker Supratman Andi Agtas akan mengusulkan kepada presiden agar pembahasan klaster ketenagakerjaan RUU Ciptaker ditunda.
"Saya sebagai ketua panja akan mengusulkan kepada pemerintah supaya itu (klaster tenaga kerja) kita tunda itu sampai menunggu waktu yang memungkinkan untuk bisa berdialog dengan teman-teman serikat pekerja dan buruh," kata Supratman kepada wartawan, Kamis.