REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemberlakukan lockdown telah menyebabkan sebagian besar aktivitas bisnis di Inggris lumpuh. Pemerintah Inggris menerapkan lockdown untuk mencegah penyebaran virus corona yang lebih luas.
Salah satu yang cukup terdampak yaitu pusat grosir pakaian di London, Primark. Jaringan ritel tersebut mengalami penurunan penjualan drastis dari 650 juta euro per bulan menjadi tidak ada penghasilan sama sekali.
Selain itu, Primark juga harus menutup semua toko yang tersebar di Eropa dan Amerika Serikat. Akibatnya, sebanyak 68 ribu karyawan Primark terpaksa harus dirumahkan.
Berbeda dengan ritel lainnya, Primark tidak menjual pakaiannya secara daring. Kondisi ini semakin mempersulit keberlangsungam bisnis Primark. Padahal total nilai pakaian yang belum terjual mencapai 243 juta euro.
Pimpinan ABF, George Weston, mengatakan kedepannya bisnis Primark harus bisa memastikan keamanan karyawan dan pelanggan. "Pada waktunya nanti kita bisa bangkit kembali, kita akan mengganti kehilangan-kehilangan yang kita alami," kata Weston.
Sama halnya seperti Primark, jaringan ritel Cath Kidston harus menutup secara permanen semua toko. Akibatnya, 900 orang karyawan harus kehilangan pekerjaan karena penutupan tersebut.
Cath Kidston bahkan memastikan tidak akan membuka kembali 60 toko miliknya setelah lockdown berakhir. Dilansir Independent, Cath Kidston akan dibuka kembali setelah kepemilikannya diambil alih oleh Baring Private Equity Asia (BPEA).
"Kami senang bahwa masa depan Cath Kidston kedepannya akan lebih aman dengan pemilik barunya. Ini merupakab langkah yang cukup sulit bagi kami," kata Melinda Paraie, chief executive officer of Cath Kidston.