Kamis 23 Apr 2020 19:42 WIB

KPPU Nilai Ketersediaan Gula Masih Riskan Hingga Lebaran

Saat ini harga gula sudah turun berangsur turun di sejumlah daerah.

Red: Nidia Zuraya
Penjual menimbang gula pasir. ilustrasi
Foto: ANTARA/Makna Zaezar/
Penjual menimbang gula pasir. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai ketersediaan gula masih riskan untuk mendukung kebutuhan masyarakat menghadapi Ramadhan dan Lebaran di enam provinsi di Sumatera. Komisioner KPPU Wilayah II Guntur Saragih, mengatakan saat ini harga gula sudah turun di Lampung, Jambi, Sumsel, Babel dan Bengkulu, namun stok yang ada masih riskan mengingat kebutuhan masyarakat akan meningkat selama Ramadhan dan Lebaran.

“Memang sudah ada realisasi dari impor masuk ke pasar, tapi pantauan kami jumlahnya masih sedikit,” kata Guntur dalam wawancara secara virtual menggunakan aplikasi online pada Kamis (23/4).

Baca Juga

KPPU kerap kali menyampaikan ke pemerintah untuk mengawal ketersediaan bahan pokok khususnya gula pasir dan bawang putih karena memiliki porsi impor.

Lampung saja yang menjadi sentra produksi gula saat ini mengalami kenaikan harga kebutuhan pokok itu. Gula pasir di pasar tradisional mencapai Rp 16.000 per kg, padahal realisasi impor sudah mencukupi untuk daerah tersebut.

Saat ini diketahui di Lampung hampir 51 persen produsen gula didominasi oleh perusahaan swasta dan BUMN.

Namun, patut menjadi sorotan mengenai data BPS bahwa rantai distribusi gula di Lampung ada empat tingkat dari produsen, pedagang besar, pedagang kecil hingga eceran. Berbeda dengan Bengkulu dan Jambi yang hanya tiga rantai.

“Untuk kebutuhan sendiri terbilang sangat tipis dengan produksi, ini rawan terjadi persaingan tidak sehat,” kata dia.

Ia mengatakan sebenarnya kebutuhan gula relatif stabil, meski ada pengurangan sedikit karena banyaknya sejumlah kafe dan restoran tutup akibat penyebaran virus corona.

“Terkait harga yang tinggi ini, sampai hari ini sudah kami lakukan pengawasan. Namun, apakah ini ada pelanggaran belum bisa disampaikan, karena masih tahap penyelidikan,” kata dia.

Menurutnya, yang patut menjadi sorotan yakni lambatnya pemerintah dalam menerbitkan Surat Persetujuan Impor. Selain itu, pemerintah juga tidak memberikan batas waktu surat tersebut berlaku sehingga para importir akan impor di momen yang menurut mereka menguntungkan saja.

“Apakah ada persekongkolan di sini, ini yang jadi konsen kami,” kata dia.

Kenaikan harga gula ini terjadi secara merata di Sumatera, seperti di Palembang sudah bergerak naik sejak pertengahan Maret 2020 dari Rp 13.000 per kg menjadi Rp 17.000-Rp 18.000 per kg.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement