REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly tak memungkiri akan adanya residivisme dari para narapidana yang mendapatkan asimilasi dan integrasi terkait pandemi Covid-19. Namun, menurut Yasonna kejahatan yang terjadi kini lebih banyak dari dampak kondisi ekonomi yang sedang sulit.
"Dimanapun ada residivisme, tapi yang sekarang ini sangat sangat kecil sekali. Yang dihebohkan, setiap kejahatan yang ada, seolah dilakukan oleh napi assimilasi," kata Yasonna saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (23/4).
"Ingat dalam kondisi ekonomi sulit seperti ini, pasti ada dampak kepada kejahatan, tapi jangan kambinghitamkan semua pada napi asimilasi. Hitung saja presentasi antara yang ke luar dan yang mengulang kembali," tambahnya.
Yasonna mengungkapkan telah menyiapkan skema hukuman berat bagi narapidana asimilasi yang kembali berulah. Meski demikian, Yasonna belum mengungkap skema yang dimaksud. Yasonna hanya menyebut skema hukuman ini akan membuat para narapidana asimilasi menyesal telah kembali melakukan tindak pidana.
"Belum perlu disampaikan ke publik dulu. Yang pasti mereka pasti akan sangat menyesal," tegas Yasonna.
Yasonna menyatakan telah memperingatkan para narapidana yang mendapat asimilasi untuk tidak mengulangi perbuatan kriminalnya. Apabila ada narapidana yang kembali berulah bakal dijebloskan ke sel pengasingan atau straft cell setelah diperiksa oleh kepolisian.
"Kami sudah menyampaikan secara tegas. Napi assimilasi yang mengulangi, akan kami ambil dari polisi setelah di BAP, dan dimasukkan ke Straft Cell untuk menyelesaikan sisa hukumannya,” kata Yasonna.
“Setelah selesai hukuman, diserahkan ke polisi kembali untuk tindak pidana baru dan kami tidak akan memberi remisi ke yang bersangkutan,” tambah Yasonna.
Sebelumnya, Yasonna juga mengingatkan seluruh jajarannya untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian terkait kebijakan asimilasi dan integrasi warga binaan di tengah pandemi Covid-19. Selain koordinasi, Yasonna juga meminta jajarannya untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan pengawasan terhadap warga binaan yang dibebaskan lewat asimilasi dan integrasi.
Menurutnya, upaya ini berperan penting dalam menekan jumlah warga binaan yang kembali melakukan tindak pidana setelah mendapatkan program asimilasi. “Narapidana asimilasi yang melakukan pengulangan tindak pidana didominasi kasus pencurian, termasuk curanmor. Ke depan, semua warga binaan kasus pencurian yang akan mendapat program asimilasi harus dipantau lagi rekam jejaknya. Apabila ada yang tidak benar, jangan diberikan asimilasi karena dapat merusak muruah dari program ini,” ujarnya.