REPUBLIKA.CO.ID, ABUJA — Kelompok militan Boko Haram diyakini akan mengambil keuntungan di tengah situasi pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) saat ini.
Menurut laporan dari organisasi bantuan Open Doors, dalam kondisi di mana Pemerintah Nigeria dan negara-negara lain di Afrika fokus untuk menangani krisis akibat penyakit, semua pihak harus waspada dan berhati-hati.
"Boko Haram dan kelompok-kelompok terkait secara oportunistik memperluas ke dalam kekosongan pemerintahan yang tersisa ketika semua perhatian dan sumber daya difokuskan pada penanggulangan Covid-19. Kami melihat penyebaran geografis serangan kekerasan yang didorong oleh agama, dari Nigeria ke Burkina Faso dan,yang terbaru di Chad,” ujar CEO Open Doors, David Curry, dalam sebuah pernyataan, dikutip Breitbart News pada Jumat (24/4).
Karena itu, Curry mengatakan ada kemungkinan akan lebih banyak kekerasan terjadi kepada umat beragama dalam waktu-waktu seperti ini di Nigeria. Ia secara khusus menyoroti umat Nasrani yang menjadi target dari aksi serangan Boko Haram.
"Berdasarkan gelombang serangan baru-baru ini di Nigeria dan negara-negara tetangga, kami percaya bahwa para ekstremis mengambil keuntungan dari peluang untuk melakukan serangan sementara pemerintah terganggu oleh upaya untuk mengendalikan Covid-19,” jelas Curry.
Lebih lanjut, Curry mengatakan ada kemungkinan situasi ketegangan di Nigeria dan negara-negara sekitarnya meningkat dalam beberapa bulan mendatang.
Hingga akhir Maret, tercatat peningkatan intensitas serangan yang dilakukan Boko Haram, di antaranya adalah pada 22 Maret yang mengakibat 92 tentara Chad tewas dan pada 23 Maret, hanya satu hari setelahnya serangan kembali terjadi, menewaskan 50 tentara Nigeria.
Nigeria sejauh ini mengkonfirmasi 873 kasus Covid-19 di negara itu dan terdapat 28 kematian. Karena menawarkan sumber daya minimal untuk menguji individu, khususnya di daerah terpencil, jumlah sebenarnya diperkirakan bisa jauh lebih banyak. Di Kano,wilayah barat laut Nigeria, penduduk setempat telah melaporkan sebanyak 150 kematian yang tidak diketahui penyebabnya, tetapi tidak ada akses ke tes untuk mengkonfirmasi apakah mereka terinfeksi virus corona jenis baru.