Jumat 24 Apr 2020 16:32 WIB

Sektor Penerima Insentif Pajak Masih Mungkin Bertambah

Untuk saat ini, pemerintah fokus terlebih dulu pada 18 sektor penerima insentif pajak

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyebutkan, jumlah sektor penerima insentif pajak bisa terus bertambah. Kebijakan ini akan mengikuti dinamika dampak tekanan ekonomi akibat Covid-19 terhadap dunia usaha.
Foto: Republika
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyebutkan, jumlah sektor penerima insentif pajak bisa terus bertambah. Kebijakan ini akan mengikuti dinamika dampak tekanan ekonomi akibat Covid-19 terhadap dunia usaha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menyebutkan, jumlah sektor penerima insentif pajak bisa terus bertambah. Kebijakan ini akan mengikuti dinamika dampak tekanan ekonomi akibat Covid-19 terhadap dunia usaha.

Yustinus mengatakan, pemerintah masih membuka peluang bagi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha di Indonesia (KBLI) yang belum mendapatkan insentif pajak. "Apabila nanti ternyata ada sektor lain yang belum tercakup sebagai penerima insentif fiskal, maka akan ditambahkan sesuai dengan kebutuhan," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (24/4).

Baca Juga

Tapi, Yustinus menekankan, untuk saat ini, pemerintah akan fokus terlebih dahulu pada 18 sektor penerima insentif pajak. Sektor-sektor tersebut akan tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah virus Corona yang ditargetkan rampung pada pekan ini atau maksimal awal pekan depan.

Yustinus memastikan, penentuan sektor-sektor penerima insentif pajak sudah menjadi hasil koordinasi antar kementerian/lembaga. Kebijakan ini juga diambil setelah melakukan inventarisasi usulan dari para pelaku usaha.

"Jadi, ini merupakan hasil koordinasi melihat dampak Covid-19 yang semakin luas ke dunia usaha," tuturnya.

Dalam PMK 23/2020, pemerintah memberikan empat jenis insentif pajak kepada dunia usaha yang dinilai terdampak Covid-19. Salah satunya, pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) 21 karyawan yang memiliki pendapatan maksimal Rp 200 juta per tahun. Pemerintah akan menanggungnya 100 persen selama enam bulan, yakni April sampai dengan September.

Selain PPh21, perusahaan pers juga akan mendapat pembebasan PPh Pasal 22 impor  dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30 persen dari angsuran yang seharusnya terutang. Jangka waktunya masih sama, yaitu enam bulan.

Pada tahap awal, pemerintah masih memfokuskan insentif ini pada sektor manufaktur. Tapi, seiring dengan perluasan dampak pandemi, pemerintah memutuskan memperluas sektor penerima insentif pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan, nilai insentif yang akan diguyur pemerintah kepada dunia usaha kali ini adalah Rp 35,3 triliun. "Ini akan diatur di peraturan yang baru," katanya usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Rabu (22/4).

Sebagai dampak pemberian insentif, belanja perpajakan (tax expenditure) pemerintah pun ditambah. Merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020, belanja tersebut naik 600 persen dibandingkan postur semula.

Pada APBN 2020, pemerintah mengalokasikan Rp 12,2 triliun untuk belanja perpajakan. Sementara, setelah direvisi menjadi APBN-P 2020, setidaknya Rp 84,14 triliun dialokasikan pemerintah untuk belanja perpajakan.

Kenaikan dikarenakan adanya penambahan Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) terhadap PPh Pasal 21 selama enam bulan atas penghasilan dari pegawai di sektor manufaktur. Semula, pemerintah tidak memiliki alokasi khusus untuk poin ini yang kemudian ditambah menjadi 8,6 triliun.

Selain itu, adanya penambahan pada pos tambahan DPT Pajak dan Bea Masuk yang semula juga belum dialokasikan. Melalui Perpres 54/2020, pemerintah menganggarkan Rp 64 triliun untuk kepentingan tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement