REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Bidang Linguistik Universitas Mataram Prof Mahsun berpendapat kata "mudik" dan "pulang kampung" memiliki makna yang sama. Hal itu mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia.
"Dalam kamus bahasa Indonesia, konstruksi pulang ke desa atau kampung merupakan salah satu makna dari kata mudik itu sendiri," ujar Mahsun saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Sebelumnya Presiden Jokowi dalam tayangan Mata Najwa "Jokowi Diuji Pandemi", membedakan makna antara "pulang kampung" dan "mudik".
Presiden menyebut mudik dilakukan saat musim lebaran. Sementara pulang kampung di luar dari musim itu.
Menurut Mahsun, Presiden Jokowi memberi makna baru pada konstruksi "pulang kampung" sebagai peristiwa pulangnya para pekerja di perantauan ke kampung halamannya tempat anak dan istrinya tinggal. Hal itu tentunya bisa terjadi kapan saja. Sedangkan mudik hanya terjadi menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Persoalannya bolehkah mengubah makna suatu istilah? Mahsun menjelaskan beberapa sifat dasar dari bahasa manusia yakni berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan dan perkembangan penuturnya. Selain itu bahasa manusia bersifat arbiter atau manasuka.
"Artinya kata-kata dalam bahasa itu diciptakan oleh penuturnya secara manasuka. Sifat yang kedua ini, memungkinkan terjadinya perbedaan penamaan tentang satu konsep yang sama antar beberapa bahasa," ujarnya.
Ia lantas menyebutkan apa yang disebut sebagai 'celana' oleh orang berbahasa Melayu/Indonesia, oleh orang Jawa disebut 'katok', dan orang Sumbawa menyebutnya 'seluar.' "Tidak ada hubungan logis antara nama dengan konsepnya," ujar dia.
Jika melihat dua sifat dasar bahasa tersebut, maka tidak ada alasan menolak pemaknaan baru dari kata mudik dan pulang kampung seperti yang disampaikan Jokowi. "Apalagi beliau memiliki pengaruh yang sangat besar sebagai orang nomor satu di Republik ini. Bukankah makna kata atau tuturan ditentukan siapa yang mengucapkan kata itu," kata Mahsun lagi.