REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menghadapi Covid-19, Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan pengawasan perdagangan daring. Sebab masih ada pedagang yang menjual alat kesehatan (alkes) berkualitas rendah di tengah pandemi ini.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, demi memberikan perlindungan terhadap konsumen, Kementerian Perdagangan melakukan pengawasan secara intensif di semua platform lokapasar atau marketplace. Selama pengawasan dilakukan, kementerian telah menjaring 169 pedagang yang menjual alkes berkualitas rendah dan 143 pedagang yang menjual bahan pangan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
“Secara total terdapat 312 akun pedagang daring di semua lokapasar yang diberikan sanksi dengan menutup atau takedown akunnya. Lalu menghilangkan tautan (link) dari toko daring," jelas Oke melalui siaran pers pada Jumat, (24/4).
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Negara Kemendag Veri Anggrijono menegaskan, perusahaan atau mereka yang memanfaatkan situasi pandemi dengan menjual produk alkes berkualitas rendah dan menjual harga kebutuhan pokok secara tidak wajar di atas HET seperti diatur dalam Permendag Nomor 7 Tahun 2020, akan dikenakan sanksi. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Perdagangan Nomor 7 Tahun 2014.
Veri menuturkan, produk alat kesehatan yang terindikasi menjual harga tinggi dan berkualitas rendah, yaitu hand sanitizer, terdapat 95 pedagang daring di 9 lokapasar. Lalu masker, ada 25 pedagang daring di 8 lokapasar. Kemudian produk kalung Virus Shut Out, yang dijual oleh 49 pedagang daring di 8 lokapasar.
“Sedangkan produk barang kebutuhan pokok yang terindikasi menjual di atas HET yakni gula kristal putih atau GKP. Ada sebanyak 53 pedagang daring di 8 lokapasar, 52 pedagang daring minyak goreng (terkait harga) di 8 lokapasar, 38 pedagang daring bawang putih di 5 lokapasar, dan 3 pedagang daring gula kristal rafinasi atau GKR (tidak sesuai peruntukan) di satu lokapasar,” jelas Veri.
Pengawasan terkait harga, lanjutnya, juga dilakukan terhadap produk makanan yang dikemas ulang dan daging beku yang dijual melalui lokapasar dan media sosial. “Saat ini pedagang GKR sedang dalam proses tindak lanjut pemeriksaan," ujar dia.
Sedangkan untuk produk makanan dikemas ulang, dalam proses tindak lanjut penegakan hukum berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Juga Undang-Undang Pangan. "Untuk daging beku masih dalam proses pengawasan,” kata Veri.
Menurutnya, Kemendag telah mengantisipasi pelanggaran kegiatan perdagangan daring. Itu melalui pemanggilan operator niaga elektronik untuk mengikuti aturan yang ada dan menguatkan perlindungan konsumen, sehingga tidak ada pelanggaran dalam kegiatan perdagangan.
“Setiap pelaku usaha yang tidak taat aturan akan ditindak tegas. Penerapan sanksi kepada para pedagang mengacu kepada Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Perdagangan No. 7 tahun 2014,” jelasnya.
Selain melakukan pengawasan barang dalam perdagangan daring, Kemendag juga telah menerima total 127 pengaduan terkait niaga elektronik dari 2018 sampai dengan 2020. Pada 2018 Kementerian Perdagangan menerima sebanyak 44 jumlah pengaduan, pada 2019 sebanyak 76 pengaduan, dan pada 2020 sebanyak 7 pengaduan.
Pengaduan niaga elektronik meliputi pembelian barang yang tidak sesuai perjanjian atau barang yang datang berbeda dengan yang ditampilkan pada iklan, lalu barang yang dibeli tidak datang atau belum diterima oleh konsumen. Ada pula pengaduan terkait barang yang sampai rusak atau tidak bisa digunakan, pembatalan sepihak yang dilakukan pelaku usaha, waktu kedatangan barang tidak sesuai yang diperjanjikan, pengembalian dana (refund) sangat lama, dan terjadi penipuan pada sistem lokapasar yang menyebabkan kerugian pada konsumen.
“Penyelesaian pengaduan yang telah dilakukan berupa penggantian barang pelaku usaha dan atau mengembalikan dana secara tunai,” ujar Veri.