REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain berfokus pada ibadah, penting bagi seorang Muslim untuk tetap memerhatikan pola makan selama menjalani puasa Ramadhan. Pengaturan pola makan yang tepat selama puasa Ramadhan dibutuhkan agar kebutuhan gizi sehari-hari tetap terpenuhi dengan baik.
Puasa Ramadhan pada dasarnya memberikan kesempatan bagi tubuh untuk "bebersih" dari makanan dan minuman yang selama ini dikonsumsi. Rentang jam puasa yang diterapkan oleh umat Islam pun dinilai sangat ideal karena tidak membuat tubuh kehilangan nutrisi atau mengalami dehidrasi terlalu lama.
Agar puasa dapat memberikan manfaat kesehatan, pengaturan pola makan yang baik tentu diperlukan. "Prinsip yang dipegang, selalu gizi seimbang," jelas dokter sekaligus ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen MHum kepada Republika.co.id.
Selama Ramadhan, sahur bisa dianggap sebagai waktu sarapan yang dilakukan lebih pagi dari biasanya. Meski dilakukan dini hari, menu-menu yang disantap saat sahur tetap harus beragam sesuai dengan anjuran "Isi Piringku" dari Kementerian Kesehatan RI.
Hindari memilih menu makan sahur karena rasa malas atau karena sekedar mengisi perut agar tidak lapar. Jangan pula memilih menu makan sahur karena pengaruh iklan-iklan komersil.
"Nanti isi perut sebelum imsak malah nggak karuan," kata Tan.
Berdasarkan anjuran "Isi Piringku", setengah bagian piring makan merupakan porsi untuk sayur dan buah. Sayur dan buah diketahui kaya akan antioksidan dan vitamin yang dapat menunjang daya tahan tubuh. Di sisi lain, sayur dan buah juga kaya akan serat yang dapat mengatur kecepatan penyerapan gula di dalam tubuh.
"Bahkan serat larutnya menjadi prebiotik untuk menghidupkan probiotik dalam usus besar, yang juga berperan dalam imunitas," papar Tan.
Senada dengan Tan, konsultan gizi Royal Sport Performance Center Senayan City dan Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association (ISNA) Dr Rita Ramayulis DCN MKes juga mengatakan, perubahan paling mendasar selama ibadah puasa Ramadhan hanyalah jam makan. Jam makan yang semula dilakukan di pagi, siang dan sore hari kini dipindahkan ke malam dan dini hari.
"Jenis makanan, hal lainnya, tidak ada yang berbeda," tutur Rita kepada Republika.co.id.
Yang perlu menjadi perhatian, porsi karbohidrat dan lemak saat berbuka puasa mungkin perlu disesuaikan. Alasannya, kebutuhan tubuh akan karbohidrat dan lemak tidak terlalu besar di malam hari.
"Karena kita melakukan proses makan di malam hari, di mana tubuh tidak lagi melakukan aktivitas. Sehingga tidak perlu energi yang berlebih," lanjut Rita.
Rita mengatakan zat gizi yang mungkin perlu lebih diutamakan saat berbuka puasa adalah protein dan mineral. Oleh karena itu, Rita menyarankan agar umat Islam menyediakan aneka pilihan jenis protein saat berpuasa.
Beberapa contoh jenis protein yang bisa dijadikan pilihan adalah telur, susu, dan aneka olahannya, serta daging-dagingan. Ada pula jenis protein yang memiliki harga terjangkau seperti tempe, oncom, atau kacang-kacangan.
"Kita anjurkan penggunaan minyak tidak lagi berlebih ketika kita berpuasa," tambah Rita.
Rita juga mengingatkan agar sayur dan buah bisa dikonsumsi sesuai anjuran. Sayur dan buah sebaiknya dikonsumsi sebanyak dua sampai tiga kali dalam satu hari.
"Saat makan di waktu malam dan dini hari itu tadi," tutur Rita.