REPUBLIKA.CO.ID, YAOUNDE -- Kepolisian Kamerun membubarkan kegiatan sholat Jumat dan berujung bentrok. Dilansir di Breitbart, Jumat (24/4), bentrokan terjadi karena umat Islam menolak membubarkan diri dari kegiatan sholat Jumat.
Dalam sebuah pernyataan, kepolisian telah membubarkan kegiatan sholat Jumat di 13 masjid di wilayah barat, tengah dan utara. Tindakan kepolisian ini bagian dari kebijakan karantina negara tersebut untuk mencegah penyebaran Covid-19 selama Ramadhan.
Pertemuan lebih dari 50 orang dilarang di Kamerun. Siapa pun yang berada di luar harus memakai masker. Mereka yang tidak mengikuti aturan dikenakan denda dan sanksi.
Gubernur wilayah barat Kamerun Awah Fonka meminta pasukan keamanan secara paksa membubarkan orang-orang yang mengabaikan perintah pemerintah dan tidak perlu mengecualikan siapa pun yang terus tidak mematuhi. Menurut polisi, beberapa di antara kerumunan itu secara aktif menargetkan orang-orang di beberapa kota dan desa paling parah terkena wabah.
Sekitar 175 orang mengeluh mereka menjadi sasaran atau dikejar dari desa mereka. Polisi bukan satu-satunya pihak berwenang yang berjuang untuk mencegah sejumlah Muslim beribadah di masjid.
Sebagian besar imam telah meminta orang tetap tinggal di dalam rumah, namun beberapa kelompok garis keras mendesak pengikut mereka mengabaikan perintah lockdown dan memprioritaskan ibadah Ramadhan dan ibadah lainnya.
Di tempat lain di Afrika, ekstremis Boko Haram telah mengambil keuntungan dari karantina ini dengan meningkatkan serangan di seluruh wilayah di Kamerun dan Nigeria. Bulan ini mereka menewaskan sedikitnya 10 orang dalam pengeboman bunuh diri di Blama Kamsoulou, sebuah desa di utara Kamerun yang dekat dengan perbatasan negara itu dengan Nigeria.
Kamerun tetap menjadi negara Afrika Barat yang paling parah dilanda pandemi corona. Sebanyak 1.430 kasus secara nasional dan 43 kematian. Setidaknya 668 orang telah pulih kembali.