REPUBLIKA.CO.ID, MINNESOTA -- Adzan mulai bergema dengan pengeras suara di atap masjid Minneapolis Kamis malam (23/4), salah satu tanda bahwa Ramadhan ini tidak seperti perayaan sebelumnya di Kota Kembar ini.
Dilansir di startribune.com, Jumat (24/4) Secara historis Ramadhan biasanya dilakukan dengan ibadah berjamaah dan berbuka bersama. Namun Ramadhan kali ini dimulai pintu masjid ditutup dan para imam berkhotbah dari komputer di rumah, dan keluarga menjaga jarak sosial di rumah.
Banyak masjid yang biasa melakukan penggalangan dana besar selama Ramadhan kemudian berfokus pada penyediaan makanan dan layanan bagi ribuan yang membutuhkan.
Berdiri di atap masjid Dar Al-Hijrah saat matahari terbenam, Ahmed Jamal dengan sungguh-sungguh mendekati mikrofon, memejamkan matanya dan mulai adzan yang disiarkan melalui pengeras suara yang disumbangkan oleh First Avenue ke lingkungan sekitarnya.
"Untuk melindungi kehidupan manusia sangat penting," kata Imam Sharif Mohamed dari Dar Al-Hijrah ketika belasan orang menyaksikan dari atap.
"Meskipun kami menyuruh orang datang ke masjid, kami juga memberi tahu mereka Tetap di rumahmu. Itu disiarkan dalam bahasa Arab, Somalia, Inggris dan Oromo," tambah dia.
Ramadhan adalah bulan paling suci bagi Islam, saat umat beriman menahan diri dari makanan dan minuman dari fajar hingga petang sebagai bagian dari ibadah takwa.
Masjid telah menjadi jantung kehidupan spiritual dan koneksi sosial. Dengan pintu masjid tertutup untuk mencegah penyebaran virus corona, Ramadhan berlangsung dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi umat beriman dan pemimpin agama mereka.
Mohamed, misalnya, sholat tarawih sendirian pada Kamis malam, membungkuk di lantai berkarpet lembut di aula sholat masjidnya. Lain hari, dia akan sholat di rumah bersama keluarganya.
"Biasanya ada 400, bahkan 500 orang di sini.Ketika mendekati tengah malam sebelum beberapa orang pulang,"jelas dia menunjuk ke area sholat besar yang terpisah untuk pria dan wanita.
Pemandangan itu terlihat juga di luar masjid di seluruh Minnesota, di mana para imam shalat bersama keluarga mereka dan kemudian duduk di depan komputer mereka untuk menyampaikan inspirasi Islam dalam bentuk doa dan ajaran virtual.
Umat Muslim, sementara itu, ada di rumah menonton imam mereka melalui internet. Mereka juga merayakan Ramadhan dengan cara baru.
"Awalnya ada banyak kecemasan dan ketakutan, orang-orang bertanya bagaimana kita akan merayakan Ramadhan tanpa masjid?" kata Nausheema Hussain, Direktur Eksekutif kelompok nirlaba Reviving the Islamic Sisterhood for Empowerment.
"Ini kekosongan besar. Aku sudah memperhatikan teman-temanku yang merayakan Paskah itu hanya akhir pekan atau berhari-hari. Tapi Ramadhan adalah 30 hari, hadi ada kecemasan tentang itu,"ujar Hussain.
Hussain memutuskan untuk memanfaatkan situasi sebaik-baiknya. Dia memasang dekorasi Ramadhan, meletakkan karpet ekstra di ruang tamu untuk sholat, dan memasukkan sentuhan-sentuhan lain untuk membuat tinggal di rumah lebih dari acara khusus.
Berasal dari India, dia mengatakan dia berencana mengenakan pakaian tradisional untuk buka puasa, atau makan malam, dan menyiapkan makanan segar dan sehat. Dia dan teman-temannya sekarang bertukar ide. Muslim menjadi kreatif dan berusaha melakukan yang terbaik dari Ramadhan pertama mereka di rumah.
Ini adalah pandemi global. Di mana-mana orang berjuang. Orang-orang di sini mengirim uang ke orang-orang terkasih di rumah,"ujar dia.
Terlepas dari ketidakpastian tahun ini, umat Islam akan melanjutkan ritual Ramadhan yang telah mereka ikuti selama berabad-abad - mulai dari sahur, ibadah harian hingga makan malam buka puasa bersama keluarga.
Banyak pemimpin agama, sementara itu, telah berkhotbah kepada umat beriman mereka bahwa ibadah dari rumah tidak akan mengganggu Allah mendengarkan doa-doa mereka, ini sebagian rasa takut yang dimiliki umat Islam.
"Pusat-pusat Islam bukan satu-satunya tempat di mana kita berkomunikasi dengan ilahi. Islam mengajarkan bahwa Anda dapat melakukan itu dari seluruh Bumi," ujar Imam Abdul Mawgoud Dardery dari Brooklyn Park Islamic Center.
Para pemimpin agama seperti Dardery juga mengingatkan umat Islam bahwa Ramadhan adalah waktu untuk ibadah dan praktik. Sementara banyak keluarga membuat yang terbaik dari situasi ini, yang lain terluka, dengan keuangan terbatas atau jauh dari keluarga selama hari libur sosial ini.
Islamic Center di Brooklyn Park mendorong anak-anak mudanya untuk menjangkau tetangga yang lebih tua dan menawarkan untuk mendapatkan bahan makanan, mengunjungi, atau membantu mereka dengan cara lain, kata Dardery.
Bantuan lainnya diberikan dalam bentuk makanan, konseling pribadi dan layanan lainnya.
Di utara Minneapolis, Imam Makram El-Amin mengatakan beberapa organisasi menyediakan makanan bagi Muslim yang membutuhkan.
"Kami selalu memberi makan orang, tetapi dengan Covid-19 kami dibanjiri telepon," kata El-Amin, dari Masjid An-Nur.
"Ada banyak kegelisahan. Dalam waktu singkat, kami harus meningkatkan untuk merespons. Kami memanfaatkan tim inti kami, sukarelawan, donor pribadi kami, dan meminta mereka untuk mendukung proyek untuk memberi makan terutama anak-anak berusia 18 tahun ke bawah, para senior kami, dan orang-orang disabilitas,"jelas dia.
Tetapi permintaan bantuan tidak hanya datang dari lingkungan Minnesota. Muslim yang berimigrasi di sini juga melihat permintaan yang meningkat dari kerabat di rumah.