Ahad 26 Apr 2020 11:03 WIB

Siti Fatimah, Bungsu Kesayangan Rasulullah

Ali bin Abi Thalib tidak diizinkan untuk menikah dengan perempuan lain.

Ilustrasi Muslimah
Foto: Mgrol120
Ilustrasi Muslimah

REPUBLIKA.CO.ID, Fatimah merupakan putri bungsu kecintaan ayahnya. Akhlaknya di dunia yang merupakan binaan langsung dari madrasah Rasulullah amat cemerlang. Fatimah bahkan disebut memiliki keistimewaan daripada para istri Nabi sekalipun. Dia pun merupakan salah satu wanita yang kelak akan menjadi pemimpin wanita paling utama di surga, selain ibunya (Khadijah al-Kubra), Maryam binti Imran (ibunda Nabi Isa AS), dan Asiyah binti Muzahim (istri Fir'aun).

Berkat keistimewaan ini, Ali bin Abi Thalib sebagai suaminya tidak diizinkan untuk menikah dengan perempuan lain selama Fatimah hidup. Ayahandanya amat menyayanginya. Dia akan terluka jika Fatimah terluka, sekaligus murka ketika bungsunya itu murka. Larangan kepada Ali untuk menikah lagi pun merupakan bentuk penghormatan Rasulullah sehingga tidak ada sesuatu pun yang menyakiti hatinya.

Fuad Abdurrahman dan Syahrudin El Fikri dalam buku Fatimah Al-Zahra mengetengahkan kisah hidup singkat Fatimah sejak lahir, masa kecilnya bersama keluarga yang bahagia, kesendirian Fatimah, pernikahannya dengan Ali, hingga wafatnya.

Lewat buku yang disusun dengan alur kronologis ini, penulis mengisahkan bahwa Fatimah sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah sendiri ketika usianya masih belum genap lima tahun. Fatimah pun sering keluar menemani ayahnya mengelilingi sudut Makkah.

Saat ayahnya menjadi Rasul, Fatimah menjadi pembelanya. Suatu ketika, Fatimah menyertai ayahnya menuju Ka'bah untuk mencium salah satu rukunnya. Kaum musyrikin melihatnya dan membentak Muhammad. Mereka bahkan hendak meninju wajah Rasulullah. Di lain hari, Fatimah juga mendapati seorang Quraisy yang membawa seonggok kotoran sembelihan ternak yang dilemparkan ke atas punggung Rasulullah yang sedang sholat.

Sebagai seorang istri, Fatimah menjadi panutan bagi segenap Muslimah. Meski hidup amat sederhana, mereka sangat rukun, serasi, dan saling mencintai. Meski tidak seperti kakak-kakaknya yang menikahi saudagar, nasib Fatimah amat beruntung karena Ali adalah pintu dari kota ilmu Rasulullah. Saat Fatimah tinggal di kota ilmu yang teramat luas, tentu ia tak mau meninggalkan pintu dan mihrabnya.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement