Senin 27 Apr 2020 09:42 WIB

Palestina Kekurangan Peralatan dan Tenaga Medis

Bahkan sebelum pandemi terjadi, Palestina kekurangan persediaan alat dan staf medis.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Friska Yolandha
Pemandangan Dome of the Rock dan Masjid Al Aqsa di Yerusalem, Palestina, Jumat (23/4).
Foto: AP Photo/Sebastian Scheiner
Pemandangan Dome of the Rock dan Masjid Al Aqsa di Yerusalem, Palestina, Jumat (23/4).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Juru Bicara Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina, Tareef Ashour mengatakan, kemampuan Palestina dalam menghadapi pandemi wabah Covid-19 terbatas. Menurutnya, tindakan pencegahan yang kuat perlu diambil sejak awal dalam upaya menghindari krisis medis.

"Palestina adalah negara pertama di wilayah Mediterania Timur, yang terdiri dari 22 negara, untuk menutup universitas, sekolah, gereja dan masjid, karena kita tahu sumber daya kita sederhana," katanya dilansir The Jerusalem Post, Senin (26/4).

Baca Juga

Ashour menyebutkan, sejak kedatangan Covid-19 ke wilayah Palestina pada 5 Maret lalu, Kemenkes Otoritas Palestina telah menetapkan lokasi untuk menyortir pasien, karantina, dan perawatan di setiap wilayah kegubernuran Palestina.

"Sebagai daerah yang diduduki, bahkan sebelum pandemi ini terjadi, kami tidak memiliki persediaan alat dan staf medis. Namun, kementerian memutuskan untuk menggunakan bagian terbesar dari anggarannya untuk menghadapi virus," kata dia.

Ashour menambahkan, semua operasi elektif dan pemeriksaan dibatalkan, untuk meningkatkan upaya melawan krisis Covid-19, "Sejauh ini, berkat tindakan pencegahan, situasinya terkendali, tetapi kita pasti membutuhkan lebih banyak ventilator," katanya.

Staf medis Palestina juga kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) dan alat uji Covid-19. Tetapi, ujar Ashour, Palestina dijanjikan akan dikirimi alat-alat tersebut dari China, badan amal dan gereja-gereja Amerika-Palestina.

"Jika kami memiliki lebih banyak alat tes, kami akan dapat menguji lebih banyak orang. Misalnya, di rumah sakit (Militer al-Shuhada) ini, kami memiliki 50 tempat tidur, dan enam tempat tidur untuk unit ICU, sementara Kegubernuran Nablus adalah rumah bagi sekitar 400 ribu warga," ucap dia.

Dalam kondisi demikian, tenaga medis di sana pun berisiko terpapar corona akibat kurangnya peralatan medis yang diperlukan untuk menangani. Namun menurutnya situasi di Tepi Barat masih terkendali. Sedangkan bila wabah virus ini meluas, situasinya bisa berubah mengerikan.

"Jika jumlah kasus yang terinfeksi Covid-19 di Israel juga terjadi di sini, itu akan menjadi krisis nyata," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement