REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Tingkat keuntungan di perusahaan-perusahaan industri China mengalami penurunan pada Maret, meski pada kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dua bulan pertama. Ini menunjukkan ekonomi China masih berjuang untuk melanjutkan produksi setelah terdampak pandemi virus corona baru (Covid-19).
Ekonomi nomor dua tersebut harus berjalan tertatih setelah berpekan-pekan hampir lumpuh akibat krisis kesehatan dan langkah penanganan yang sulit. Tapi, pemulihan China harus terhambat dengan kekhwatiran gelombang kedua infeksi dan resesi global yang menambah tantangan bagi pembuat kebijakan.
Seperti dilansir Reuters, Senin (27/4), perusahaan industri China memperoleh 370,66 miliar yuan atau 52,43 miliar dolar AS pada Maret. Merujuk pada data Biro Statistik Nasional, nilai tersebut turun 34,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tren ini mengikuti penurunan 38,3 persen pada Januari-Februari, penurunan tertajam sejak 2010.
Jika melihat berdasarkan per kuartal, laba perusahaan-perusahaan industri mengalami penurunan 36,7 persen pada kuartal pertama ini menjadi 781,45 miliar yuan. Data menunjukkan, produsen elektronik dan minuman mengalami pemulihan laba dibandingkan dua bulan pertama. Delapan dari 41 sektor yang disurvei mencatat kenaikan laba pada Maret, lebih baik dibandingkan Januari-Februari yang mencatat hanya empat sektor mengalami kenaikan laba.
Sektor manufaktur yang canggih, baik perusahaan swasta, skala kecil dan perusahaan investasi asing, mengalami penurunan laba lebih kecil pada Maret dibandingkan dua bulan pertama. Tapi, seorang pejabat di Biro Statistik Nasional, Zhang Weihua, menyebutkan, China belum dapat optimistis dengan tren perlambatan penurunan laba ini.
"Permintaan pasar belum pulih sepenuhnya, dan biaya produksi tetap relatif tinggi," katanya dalam sebuah pernyataan resmi yang dipublikasikan bersama data.
Kepala Ekonom di ING untuk Greater China, Iris Pang, menjelaskan, China telah menghadapi penurunan permintaan barang dari negara lain karena pandemi. Penyebaran Covid-19 telah menekan ekonomi pasar kerja dan pertumbuhan upah.
"Keuntungan industri akan lebih bergantung pada permintaan doemstik. Tapi, kondisinya tidak jauh lebih baik di dalam negeri," tuturnya.
Untuk mengantisipasi tekanan pandemi, pemerintahan Beijing telah menambah stimulus pajak dan kredit bagi perusahaan-perusahaan yang terdampak pandemi. Termasuk memotong biaya pinjaman. Stimulus ini diprediksi masih terus ditambah sesegera mungkin.
Kebijakan Beijing tercatat kurang agresif dibandingkan pelonggaran kuantitatif bank sentral utama lainnya. Kebijakan monter China diharapkan dapat lebih menyeimbangkan stimulus fiskal, terutama terhadap utang perusahaan dan rumah tangga yang tinggi.
Sementara itu, Presiden China Xi Jinping mengatakan, Beijing akan meningkatkan investasi di sejumlah sektor untuk mendorong ekonomi. Di antaranya industri tradisional seperti transportasi dan energi serta bidang infrastruktur baru termasuk 5G dan kecerdasan buatan.