REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arif Satrio Nugroho, Flori Sidebang
Polda Metro Jaya membeberkan kronologi penangkapan peneliti kebijakan publik Ravio Patra Asri saat ditangkap pada Rabu (22/4) lalu. Dalam penangkapan itu, polisi menyebut Ravio Patra sempat melawan dan berlindung pada rekannya yang merupakan warga negara asing (WNA).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigadir Jenderal Polisi Argo Yuwono melalui pesan tertulisnya menjelaskan, penangkapan Ravio didasarkan dari pesan penjarahan nasional yang diterima seorang saksi dari nomor Whatsapp Ravio. Ravio yang sedang berada di Jalan Blora, Menteng, Jakarta Pusat kemudian diburu aparat.
"Untuk menghindari, RPA melarikan diri, masuk ke dalam mobil temannya.Tim langsung memberhentikan dan berusaha mengamankan yang bersangkutan," kata Argo dalam pesan tertulisnya.
Ravio, disebut kepolisian melawan dan tidak mengikuti perintah. Rekan Ravio yang diduga diplomat Belanda, berinisial RS disebut telah tiba dengan menggunakan mobil Mazda CX-5 warna putih dengan plat diplomatik.
"RS berusaha menghalang-halangi petugas, RPA memberontak dan meloncat masuk ke dalam mobil Mazda CX-5," jelas Argo.
Saat itu, RS disebut sempat menghalangi aparat dengan mengatakan bahwa aparat tak memiliki kewenangan menangkap Ravio yang berada di dalam kendaraan diplomatik. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Suyudi Ario Seto menegaskan, aparat membawa surat tugas saat mengamankan Ravio.
Akhirnya polisi membawa Ravio dan RS ke Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan. Saat penangkapan itu, polisi turut mengamankan dua ponsel, dua laptop, dan kartu identitas milik Ravio.
Suyudi mengungkapkan, polisi hanya memeriksa Ravio terkait penyebaran pesan ajakan penjarahan itu. Sedangkan, RS tidak turut diperiksa.
"Satu warga negara asing tersebut sempat menunggu di Polda Metro Jaya selama enam jam untuk menunggu jemputan. Bukan untuk menjalani proses penyelidikan," ungkap Suyudi.
Dalam pemeriksaannya, polisi memeriksa empat saksi dan dua ahli untuk pemeriksaan digital forensik. Awalnya, Ravio dijerat Pasal 28 Ayat 2 Jo Pasal 45 huruf A ayat 2 UU RI No.19 tahun 2016 sesuai perubahan UU RI No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo pasal 14 ayat 1 atau ayat 2. Atau pasal 15 UU RI no 1 tahun 46 tentang Peraturan Hukum Pidana atau pasal 160 KUHP.
Kemudian, Ravio dipulangkan dengan status sebagai saksi dalam kasus tersebut. Sebab, kata Suyudi, kepolisian masih harus meminta keterangan saksi dari sejumlah pihak terkait atas dugaan peretasan akun WhatsApp milik Ravio.
"RPA menjadi saksi karena tim penyidik masih memerlukan keterangan lain, di mana keterangan ini memerlukan hukum acara yang berbeda menyangkut pemeriksaan server dan sistem informasi yang tidak berada di Indonesia," jelas Suyudi.
Menurut Suyudi, penangkapan terhadap Ravio bertujuan agar masyarakat tidak resah. Sebab, beredar sebuah pesan singkat melalui aplikasi percakapan WhatsApp yang berisi ajakan untuk melakukan aksi penjarahan pada 30 April 2020.
"Penyidik Polri mendalami kasus ini berdasarkan laporan masyarakat yang resah. Semua langkah yang dilakukan penyidik bukan untuk mencari-cari masalah. Sebaliknya penyidik bertanggung jawab untuk membuat kasus ini menjadi jelas berdasarkan kejadian dan saksi," kata Suyudi dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/4).
Kasus penangkapan Ravio juga melibatkan seorang perwira polisi berinisial AKBP HS. Polisi mengklaim, perwira polisi itu hanya berstatus sebagai saksi.
Argo Yuwono menerangkan, penangkapan atas Ravio didasari atas adanya laporan masyarakat yang menerima pesan ajakan atau hasutan dari nomor Ravio. Adapun, AKBP HS disebut sebagai salah satu penerima pesan itu.
"Penyidik berdasarkan laporan masyarakat yang resah tidak hanya di Jakarta tetapi di berbagai daerah seperti info adanya AKBP HS itu adalah saksi karena mendapat kiriman pesan tersebut dan banyak lagi saksi yang dikirimkan pesan," kata Argo pada Ahad (26/4).
Argo mengatakan, yang dilakukan kepolisian hanya berupa tindak lanjut penyelidikan adanya pesan yang tersebar. Ia membantah tudingan adanya upaya polisi mencari-cari kesalahan Ravio yang kerap mengkritik pemerintahan di media sosialnya itu.
"Semuanya langkah penyidik untuk membuat jelas berdasarkan kejadian dan saksi bukan karena mencari-cari," kata Argo.
Berikut kronologis penangkapan Ravio Patra (1/3) #BebaskanRavio pic.twitter.com/80KxSkczi5
— KONTRAS (@KontraS) April 23, 2020
Laporkan polisi
Koalisi Tolak Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus (Katrok) yang terdiri dari berbagai organisasi menduga diretas dan ditangkapnya Ravio terkait erat dengan kritik-kritik yang sering disampaikan oleh Ravio di media daring. Kritik yang terakhir sering dilancarkan Ravio adalah terkait kinerja dan konflik kepentingan Staf Khusus Presiden dan pengelolaan data korban Covid-19.
"Kepolisian harus bersikap profesional dan menghentikan kasus atau tuduhan terhadap Ravio," kata Alghifary Aqsa salah satu anggota Koalisi.
Katrok juga berniat melaporkan polisi ke lembaga pengawas kinerja kepolisian terkait penangkapan Ravio. Meski Ravio kini dilepas dengan status saksi, koalisi menilai polisi bertindak tidak profesional saat penangkapan.
"Kita akan laporkan kepolisian ke lembaga-lembaga pengawasan agar ada efek jera terhadap kepolisian yang melanggar hukum, terutama hukum acara pidana," kata Alghiffari.
Terdapat beberapa lembaga yang mengawasi kinerja kepolisian. Dari kepolisian sendiri, ada Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri. Kemudian ada pula Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Lalu Komisi III DPR RI juga memiliki wewenang pengawasan atas Polri.
Dari segi hukum acara pidana, Koalisi juga nantinya bisa mengajukan praperadilan bila kasus tersebut memang berlanjut ke proses peradilan. Koalisi mencarat ada beberapa kejanggalan dalam penangkapan Ravio.
Menurut mereka, proses penangkapan dan penggeledahan tidak sesuai prosedur. Saat dilakukan penangkapan dan penggeledahan polisi tidak mampu memberikan dan menunjukkan surat penangkapan dan penggeledahan, padahal Ravio sudah meminta salinannya.
"Kediamannya digeledah dan barang bawaan yang tidak terkait dengan tindak pidana yang dituduhkan ikut dibawa seperti buku-buku, handphone temannya, laptop kantor," kata Koalisi.
Koalisi juga menyebut adanya intimidasi kekerasan secara verbal baik pada saat penangkapan dan juga di Polda Metro Jaya khususnya sebelum diperiksa oleh Subdit Kamneg. Menurut Koalisi, penyidik mengakses data kontrak kerja dan catatan pengelolaan keuangan pribadi korban yang sebetulnya tidak ada kaitannya dengan dugaan tindak pidana dan penyidik dengan sengaja mengubah kata sandi email tanpa persetujuan Ravio.
Koalisi pun meminta Kepolisian bersikap profesional dan menghentikan kasus atau tuduhan terhadap Ravio. Kepolisian juga diminta segera menangkap peretas sekaligus penyebar berita bohong melalui akun Whatsapp Ravio.