Senin 27 Apr 2020 17:06 WIB

Bulog Harus Gelontorkan Stok Beras Impor Lebih Cepat

Saat ini momen peting bagi Bulog untuk menyerap gabah petani sebanyak banyaknya

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Selasa (31/3/2020). Perum Bulog pastikan stok beras mencukupi untuk mengatasi kebutuhan lonjakan pangan dalam kondisi tidak terduga, sekaligus dalam menyambut Ramadan dan Idul Fitri
Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Selasa (31/3/2020). Perum Bulog pastikan stok beras mencukupi untuk mengatasi kebutuhan lonjakan pangan dalam kondisi tidak terduga, sekaligus dalam menyambut Ramadan dan Idul Fitri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai Perum Bulog harus lebih cepat dalam menggelontorkan stok beras impor yang masih dimiliki. Hal itu untuk bisa memperluas kapasitas Bulog menyerap gabah petani sekaligus mendorong penurunan harga gabah di level hulu.

Khudori mengatakan, periode saat ini merupakan momen penting bagi Bulog untuk melakukan penyerapan gabah sebanyak-banyaknya karena bertepatan dengan puncak panen raya musim rendeng 2020. Semakin banyak beras yang dikeluarkan oleh Bulog, semakin besar kapasitas gudang yang tersedia untuk menyimpan stok gabah baru.

"Ini peluang Bulog untuk serap gabah di musim panen raya karena kalau tidak maksimal, ke depannya akan berat untuk bisa menambah stok," kata Khudori, Senin (27/4).

Hanya saja, penyerapan oleh Bulog terkendala lantaran harga pasaran gabah yang masih jauh di atas harga pembelian oleh Bulog. Khudori mengatakan, harga gabah saat ini masih berkisar di atas Rp 4.500 per kilogram sedangkan harga yang digunakan Bulog untuk membeli gabah petani sebesar Rp 4.200 per kilogram.

Meski harga acuan tersebut telah dinaikkan dari sebelumnya Rp 3.700 per kilogram, Khudori menilai masih cukup jauh dari tren harga gabah. "Merujuk berbagai survei, harga gabah tinggi karena biaya pokok produksi sudah Rp 4.500 per kilogram. Makanya harga acuan Rp 4.200 itu sebenarnya petani masih tekor," ujarnya.

Khudori mengusulkan agar pemerintah bisa menjadikan Bulog sebagai penyalur tunggal bantuan sembako untuk komoditas beras bagi 20 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Menurut Khudori, jika Bulog memiliki ruang yang luas untuk menggelontorkan berasnya, akan berdampak pada turunnya harga beras di level hilir.

"Penurunan harga beras di konsumen itu bisa ditransmisikan ke penurunan harga gabah. Walaupun pada akhirnya ini menjadi disinsentif bagi petani, tapi Bulog akhirnya punya ruang yang lebih besar untuk membeli gabah petani," katanya.

Di sisi lain yang tak kalah penting, Khudori menekankan bahwa stok yang perlu dikeluarkan adalah stok impor yang sudah berusia dua tahun. Berdasarkan data terakhir Bulog, total stok beras impor di Bulog mencapai 600 ribu ton dari total stok Bulog 1,4 juta ton. "Harus ada pergerakan stok di Bulog terutama beras sisa impor tahun 2018," ujarnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement