REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi langsung menahan dua tersangka baru dari pengembangan perkara dugaan suap terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Tahun 2019. Mereka adalah, Aries HB Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim dan Ramlan Suryadi, Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim.
Sebelumnya, KPK menjemput paksa keduanya di Palembang Sumatera Selatan pada Ahad (26/4) kemarin. "Setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik KPK, para tersangka saat ini telah dilakukan penahanan Rutan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 27 April 2020 sampai dengan 16 Mei 2020 di Rutan Cabang KPK pada Gedung KPK Kavling C1," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung KPK Jakarta, Senin (27/4).
Alex menjelaskan konstruksi perkara kasus ini, pada awal tahun 2019, Dinas PUPR Kabupaten Muara enim melaksanakan pengadaan pekerjaan fisik berupa pembangunan jalan untuk Tahun Anggaran 2019. Dalam pelaksanaan pengadaan tersebut, Robi diduga memberikan commitment fee sebesar 5 persen dari total nilai proyek kepada pihak-pihak selain Ahmad Yani sebagai Bupati Muara Enim 2018-2019.
Robi diduga melakukan pemberian sebesar Rp3,031 Milyar dalam kurun waktu Mei-Agustus 2019 kepada Aries yang merupakan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim di rumah Aries. Pemberian ini diduga berhubungan dengan commitment fee perolehan Robi atas 16 paket pekerjaan di Kabupaten Muara Enim.
Selain Aries, Robi diduga melekukan pemberian sebesar Rp1,115 Milyar kepada Ramlan selaku Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim. Selain itu Robi juga diduga memberikan 1 unit telepon genggam merk Samsung Note 10 yang diberikan dalam kurun waktu Desember 2018-September 2019 yang bertempat di Citra Grand City Cluster Sommerset dan di rumah RS. Pemberian ini diduga terkait dengan commitment fee perolehan Robii atas 16 paket pekerjaan di Kabupaten Muara Enim.
Para Tersangka tersebut disangkakan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Komisi Pemberantasan Korupsi tetap dan akan terus berkomitmen melakukan penindakan melalui pengembangan kasus ataupun upaya lainnya yang sesuai dengan undang-undang. KPK tak pernah bosan terus mengingatkan kepada seluruh penyelenggara negara untuk melakukan tugas sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merugikan rakyat. Karena sesungguhnya, penyelenggara negara digaji menggunakan uang rakyat dan sudah seharusnya bekerja untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bukan untuk melayani kepentingan pribadi atau kelompok tertentu," tegas Alex.