REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mempersilakan kepada semua pihak untuk menggugat kebijakan yang diambilnya, terkait pembebasan narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi. Yasonna mengatakan, siap menghadapi gugatan terkait kebijakan yang diambilnya untuk mencegah penyebaran Covid 19 di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA).
"Bila ada yang menggugat kebijakan pembebasan warga binaan pemasyarakatan atau narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi karena mencegah pandemi Covid-19 di lapas, rutan, dan LPKA lewat jalur hukum, silakan saja," ujar Yasonna di Jakarta, Senin (27/4).
Yasonna mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dirinya akan mengikuti seluruh prosedur hukum yang harus dijalani ke depan. "Saya akan mengikuti sesuai prosedur hukum pihak yang menggugat kebijakan dikeluarkan tersebut," katanya
Sebelumnya, Yasonna digugat ke pengadilan karena mengeluarkan kebijakan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Asimilasi bagi 37.000 narapidana (napi) se-Indonesia yang dinilai memunculkan keresahan masyarakat. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yakni Yayasan Mega Bintang, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum (LP3H) yang melakukan upaya hukum agar kebijakan Kemenham itu dicabut, kata Sekretaris Yayasan Mega Bintang, Arief Sahudi, di Solo, Kamis (23/4).
Menurut Arief Sahudi yang melatari Yayasan Mega Bintang dalam upaya hukum dengan gugatan kepada Menkumham tersebut, karena dianggap kebijakan tentang asimilasi napi itu, sudah meresahkan masyarakat. "Banyak masyarakat yang komplain kepada Mega Bintang bahwa desa yang sebelumnya aman kini tidak aman lagi. Masyarakat sekarang harus menjaga kampungnya untuk beronda. Hal ini, dampak kebijakan program asimilasi itu," katanya pula.
Pihaknya berharap dengan gugatan tersebut dapat didengar oleh Menkumham dan segera mencabut kebijakan asimilasi itu.