Senin 27 Apr 2020 22:29 WIB

Komisi III Persilakan Masyarakat Gugat Yasonna

Gugatan itu terkait kebijakan asimilasi yang diberlakukan Yasonna.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi III DPR Herman Hery.
Foto: DPR
Anggota Komisi III DPR Herman Hery.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua Komisi III (Hukum) DPR RI Herman Hery menilai, wajar masyarakat mengajukan gugatan untuk Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait kebijakan pembebasan narapidana. Masyarakat bisa mengajukan gugatan bila kebijakan pemerintah dianggap merugikan.

"Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, oleh sebab itu siapapun warga negara indonesia jika merasa tidak puas atas sebuah kebijakan pemerintah, maka terbuka kemungkinan untuk menempuh jalur hukum sesuai perundang-undangan berlaku," kata Herman, Senin (27/4).

Terkait kebijakan asimilasi yang diberlakukan Yasonna, Herman mengatakan, jika pemerintah merasa perlu di bentuknya tim pengawas, maka komisi lll tidak berkeberatan selama tujuan nya utk kemaslahatan bangsa dan negara.

"Silakan menkumham lakukan koreksi jika di perlukan karena hal tsb ada pada ranah pemerintah," ujar Politikus PDI Perjuangan itu.

Di samping itu, Herman menilai, publik harus tetap fair dalam melihat antara manfaat dan mudarat dalam situasi krisis covid saat ini. Adanya sejumlah pihak yang bebas kemudian menciptakan kerusuhan, dinilai Herman, tak semestinya menyebabkan kebijakan itu sepenuhnya buruk.

"Berapa jumlah yang dibebaskan dan berapa jumlah atau berapa persen yang membuat ulah dengan kembali melakukan kejahatan" ujar dia.

Yasonna Laoly digugat ke pengadilan karena mengeluarkan kebijakan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Asimilasi bagi 37 ribu narapidana (napi) se-Indonesia. Penggugat menilai, kebijakan Menkumham itu memunculkan keresahan masyarakat.

"Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yakni Yayasan Mega Bintang, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum (LP3H) yang melakukan upaya hukum menuntut agar kebijakan Kemenham itu dicabut," kata Sekretaris Yayasan Mega Bintang, Arief Sahudi, di Solo , Kamis (23/4).

Menurut Arief, yang melatari Yayasan Mega Bintang dalam upaya hukum dengan gugatan kepada Menkumham tersebut, karena dianggap kebijakan tentang asimilasi napi itu sudah meresahkan masyarakat.

"Banyak masyarakat yang komplain kepada Mega Bintang bahwa desa yang sebelumnya aman kini tidak aman lagi. Masyarakat sekarang harus menjaga kampungnya untuk beronda. Hal ini, dampak kebijakan program asimilasi itu," katanya pula.

Pihaknya berharap, dengan gugatan tersebut dapat didengar oleh Menkumham dan segera mencabut kebijakan asimilasi itu. Menurut dia, banyak mantan napi yang bebas sejak 1 April 2020 telah melakukan tindak kejahatan di tengah program asimilasi yang dijalaninya. Mantan napi tersebut ada yang mencuri, kejahatan narkoba dan mabuk-mabukan, di tengah pandemi Covid-19.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement