REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas berpendapat di saat pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) terus merebak, hukum mudik dapat menjadi haram.
Hal itu karena mudik saat ini dapat digolongkan sebagai malapetaka bagi orang lain. “Jika dengan mudik itu orang lain bisa sakit atau celaka, maka hukum mudik itu jelas haram,” kata Anwar saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (26/4).
Dia menjelaskan, di dalam Islam dikenal sebuah prinsip dari kaidah ushul fikih berbunyi la dharara wa la dhirara yang artinya, kita tidak boleh menciderai diri kita dan tidak boleh menciderai orang lain.
Sehingga, kata dia, karena kepulangan atau mudiknya seseorang dapat menyebabkan sakit atau petaka kepada yang lain, maka hukum mudik itu menjadi haram.
Sedangkan, lanjutnya, jika tidak ada dampak buruk atau petaka kepada diri sendiri ataupun orang lain maka hukum mudik itu menjadi boleh.
Namun demikian, kata Anwar, alangkah baiknya bagi umat untuk tidak melakukan mudik di Ramadhan ataupun Hari Raya Idul Fitri tahun ini.
Untuk itu, dia mengimbau kepada seluruh anggota masyarakat dapat memperhatikan dan memathui ketentuan yang telah dibuat oleh pemerintah.
Baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
MUI, kata dia, juga mengimbau kepada seluruh umat yang berniat mudik untuk mengurungkan niatnya.
“Supaya kita bisa mempercepat terputusnya mata rantai penularan Covid-19,” ujarnya.
Dia mengatakan, jika mata rantai penyebaran Covid-19 bisa dilakukan, maka aktivitas masyarakat akan berangsur pulih. Termasuk aktivitas sosial, dakwah, kesehatan, dan juga ekonomi.
Dia berharap, pandemi Covid-19 yang berbahaya ini segera berakhir agar ekonomi dapat kembali menggeliat.
Pihaknya menekankan agar masyarakat tahu dampak bahaya pandemi Covid-19 jika menimpa diri sendiri ataupun keluarga.
Untuk itu agar hal ini dapat disingkirkan, dia meminta kepada seluruh umat Islam untuk mematuhi aturan yang diterapkan pemerintah terkait larangan mudik.