REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) mengaku perlu kelancaran izin impor bahan baku. Terutama untuk bahan baku yang belum tersedia di dalam negeri.
"Pada prinsipnya, kami tidak ingin impor kalau di dalam negeri ada. Kalau tidak ada, baru impor," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman dalam rapat virtual bersama Komisi VI DPR pada Senin, (27/4).
Beberapa bahan baku dimaksud meliputi gula, garam, susu, jagung, serta daging. "Misal industri pengolahan susu, 80 persen (bahan baku) impor," kata dia.
Menurutnya, tidak mudah melakukan impor bahan baku pada kondisi sekarang. Salah satunya karena, penjual memberlakukan sistem booking order.
"Maka izin dipertaruhkan. Perizinan harus punya persepsi sama, kita bukan ingin impor dimudahkan, tapi industri sudah punya rencana kerja tetap mengenai berapa kebutuhannya, dan lainnya, industri sudah tau kondisinya," jelas Adhi.
Gapmmi, lanjutnya, juga ingin izin rekomendasi impor bahan baku dihapuskan. "Dengan tidak adanya izin rekomendasi itu, kita tetap perlu (impor). Saya harap semua kementerian mempunyai data dan persepsi sama, sehingga nggak ada hal yang menyulitkan terutama di tengah Covid-19 begini," tuturnya.
Ia menambahkan, saat ini Industri Kecil Menengah (IKM) Makanan Minuman, sudah banyak yang tidak beroperasi. Salah satunya disebabkan harga gula yang tinggi dari Rp 12.500 menjadi sekitar Rp 22 ribu per kilogram (kg).
"Bahan baku seperti gula mahal sekali. Mereka nggak bisa dapat akses bahan baku gula secara murah, menambah beban mereka (IKM)," kata Adhi.
Dirinya mengungkapkan, saat ini 100 persen kebutuhan gula industri dipenuhi lewat impor. Sebab, setiap tahun produksi gula di dalam negeri terus menurun.