REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi menegaskan pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 terkait penyesuaian keuangan negara akibat wabah Covid 19 yang dilakukan secara langsung di ruang sidang merupakan perkara yang mendesak atau urgen.
"Kami menganggap ini salah satu perkara dianggap urgen, maka kami tetap melakukan persidangan," ujar Wakil Ketua MK Aswanto dalam sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (28/4).
MK telah meniadakan sidang pengujian undang-undang selama wabah Covid 19 dan pengujian Perppu Nomor 1 Tahun 2020 itu merupakan yang pertama dilakukan sejak wabah pada Maret 2020. Aswanto menuturkan sesuai protokol Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam hal persidangan, sidang atau perkara yang dianggap mendesak tetap dapat dilakukan di tengah pandemik Covid 19.
Sesuai dengan protokol kesehatan serta pembatasan sosial berskala besar (PSBB), MK melakukan pembatasan jumlah kuasa hukum pemohon serta pengunjung dalam ruang sidang. Terhadap hal itu, Aswanto sebagai ketua panel meminta agar para pemohon serta pengunjung memaklumi pembatasan yang dilakukan.
"Kami minta maaf harus ada pembatasan jumlah kuasa hukum yang hadir di ruangan mau pun pengunjung. Ini karena kebijakan atau protokol yang ditentukan pemerintah mau pun WHO," tutur Aswanto yang didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Foekh serta Wahiduddin Adams.
Ada pun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 menambah kewenangan MK untuk menguji peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Di sisi lain, putusan itu memberikan hak konstitusional kepada masyarakat pencari keadilan apabila merasa hak konstitusional dirugikan dengan ditetapkannya sebuah Perppu.