REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara hikmah puasa adalah sebagai wujud syukur dengan mematuhi perntah Allah SWT, melatih diri mengendalikan nafsu syahwat, melatih dan menahan diri dari tindakan maksiat, menghapus dosa, melatih fisik lebih kuat.
Bagaimana dengan orang yang sedang berpuasa menonton tayangan infotainment yang umumnya berpotensi mengumpat (ghibah) atau membeberkan 'rahasia' seseorang, yang tentunya tidak disukai yang bersangkutan? Dalam perspektif fiqih formal (wilayah hukum), puasa seseorang tidak batal selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkannnya.
KH Ahmad Zahro dalam Fiqih Kontemporer Buku 3 mengatakan, tetapi dalam perspektif fiqih moral (dan spiritual), tindakan apa pun yang dilarang agama, seperti menonton infotainment yang umumnya berdimensi ghibah adalah haram dan berdosa, dan karenanya jelas mengurangi pahala puasa. Artinya, walaupun puasanya tetap sah karena tidak melakukan tindakan yang membatalkan puasa, tetapi pahala puasanya harus dikompensasi (dikurangi dengan perbuatan dosanya. Otomatis, kuantitas pahala tersebut akan berkurang, bahkan bisa habis.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tahukah kalian, apakah mengumpat itu?" Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Mengumpat itu menyebutkan sesuatu yang ada dalam diri saudaramu tentang apa yang tidak disukai olehnya."
Mereka bertanya, "Bagaimanakah kalau dalam diri saudara kita itu memang bena-benar ada apa yang dikatakan itu?" Beliau menjawab, "Jikalau benar-benar ada dalam dirinya apa yang kalian ucapkan itu, maka sungguh-sungguh kalian telah mengumpatnya; sedang jika tidak ada dalam dirinya apa yang kalian ucapkan itu, maka sungguh-sungguh kalian telah memfitnahnya" (HR Muslim).
Di antara dosa pemakan pahala yang sering dilakukan orang, tetapi pelakunya sering tidak merasa, tidak menyadari atau menganggapnya ringan adalah dosa mengumpat, termasuk sebagian besar isi tayangan infotainment. Allah memperingatkan agar umat Islam menjauhi mengumpat, bahkan menggambarkan betapa kejinya dosa mengumpat itu.
"Hai orang-orang beriman, jauhilah olehmu banyak berprasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Jangan pula kalian mencari-cari kesalahan orang, juga jangan kalian saling mengumpat. Sukakah di antara kalian memakan daging saudaranya yang tlah mati? tentu kalian merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah itu Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang" (al-Hujurat 13).
Maka dari itu, orang yang sadar mengenai betapa besar dan beratnya dosa mengumpat, pasti sedapat mungkin akan menghindarinya, karena sungguh amat sulit meminta maaf pada orang yang diumpat. Apalagi jika yang diumpat adalah tokoh publik yang kenal pun tidak.