REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemohon uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 (Perppu Covid-19) menilai Perppu tersebut tidak mendesak. Pemerintah telah mempunyai payung hukum yang mengatur mekanisme pelaksanaan keuangan negara di tengah pandemi Covid-19.
"Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mengatur mekanisme pelaksanan APBN dalam keadaan tidak normal atau darurat, tanpa perlu mengeluarkan Perppu," ujar Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 23/PUU-XVIII/2020, Ahmad Yani dalam sidang pendahuluan uji materi Perppu Covid-19 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (28/4).
Oleh sebab itu, pemerintah dianggap tidak memiliki alasan hukum yang kuat dalam membentuk aturan tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 ini. Ahmad Yani mengatakan, Pasal 27 Ayat (3), (4), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 telah mengatur mekanisme yang bisa ditempuh pemerintah dalam situasi darurat.
Ia menuturkan, setidaknya ada dua skema yang bisa ditempuh pemerintah. Pertama, pemerintah dapat melakukan perubahan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui persetujuan DPR.
Kedua, pemerintah dapat melakukan pergeseran anggaran, termasuk melakukan pengeluaran untuk keperluan yang tidak ada pagu anggarannya dalam UU APBN periode yang sedang berjalan. Skema-skema ini dapat menjadi pilihan pemerintah menghadapi kemungkinan permasalahan perekonomian sebagai akibat dari wabah virus corona.
Pemohon justru mencurigai agenda politik pemerintah dalam menetapkan Perppu 1/2020 ini. Alih-alih menjadi dasar hukum yang mengatur stabilitas keuangan negara selama pandemi Covid-19.
"Hal ini patut dicurigai sebagai agenda politik anggaran yang disusupkan, agar pemerintah mendapatkan legitimasi hukum untuk berakrobat dalam menyusun anggaran negara sampai tiga tahun ke depan," kata dia.
Ia mengatakan, Perppu 1/2020 ini bisa saja menjadi legitimasi pemerintah menambah jumlah pinjaman luar negeri yang dianggap sebagai jalan paling rasional untuk melakukan pemulihan ekonomi pascawabah Covid-19.
Hari ini, MK telah menggelar sidang pendahuluan tiga permohonan uji materi Perppu Covid-19. Pertama, permohonan diajukan sejumlah pemohon perseorangan, diantaranya Din Syamsuddin, Amien Rais, Sri Edi Swasono, dkk dengan Nomor 23/PUU-XVIII/2020.
Kedua, permohonan Nomor 24/PUU-XVIII/2020 diajukan sejumlah organisasi masyarakat, yakni Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI, dan PEKA). Kemudian MK menerima permohonan dari Damai Hari Lubis yang langsung diregistrasi dengan Nomor 25/PUU-XVIII/2020.