REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus berupaya melakukan pengendalian harga gula pasir yang saat ini masih menembus Rp 17 ribu per kg di pasaran. Padahal, Harga Eceran Tertinggi (HET) gula sebesar Rp 12.500 per kg.
Naiknya harga gula diperkirakan karena defisit pasokan yang terjadi di 30 provinsi di Indonesia. Pemerintah juga harus menjamin ketersediaan pasokan ini demi menutup kebutuhan gula pada Maret-April sebesar 302.000 ton.
Salah satu jurus yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengalihkan produksi gula rafinasi atau gula industri menjadi gula konsumsi. Namun pada praktiknya, pengalihan gula rafinasi menjadi gula konsumsi ini tidak bisa secara cepat dilakukan. Airlangga menyampaikan, masih ada kendala pengemasan ulang yang membuat belum seluruh gula rafinasi bisa masuk ke pasar.
"Bulog sudah mengontrak sebesar 51.300 ton gula dan diharapkan dari jumlah tersebut ada yang 21.000 ton adalah impor dan 29.000 ton dari pabrik gula dalam negeri. Lalu pengalihan gula rafinasi sebanyak 191.762 ton dan ini adalah masalah repackaging dan izin peredaran. Sehingga akan ada 182.762 yang akan masuk ke pasar," jelas Airlangga, Selasa (28/4).
Kendati begitu, Airlangga menegaskan bahwa ketersediaan gula pasir di pabrik dalam negeri masih cukup banyak untuk menyangga kebutuhan. Produksi gula dari pabrik lokal sepanjang Maret tercatat sebanyak 42.072 ton. Selain itu, pasokan di pabrik gula BUMN dan swasta masih tersedia 47.772 ton.
"Pemerintah akan melihat dan mengawal agar gula ini bisa dikeluarkan di daerah yang membutuhkan terutama di 30 provinsi. Dan nanti kami akan monitor secara mingguan dan pemerintah sudah tugaskan satgas pangan untuk mengawal komoditas tersebut," jelas Airlangga.