REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) sependapat dengan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) yang menyoroti sektor penindakan yang ada di KPK pada era kepemimpinan Firli Bahuri. Dewas KPK baru mengevaluasi kinerja Pimpinan KPK era Firli Bahuri Cs untuk triwulan pertama pada Senin (27/4) kemarin.
"Dewas KPK harusnya dapat memberikan teguran, bahkan sanksi, kepada Pimpinan KPK karena gagal membawa institusi anti rasuah ini menjadi yang lebih baik di mata masyarakat," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya, Selasa (28/4).
Kurnia pun mencontohkan perkara tangkap tangan yang melibatkan Wahyu Setiawan. Menurutnya, terlalu banyak kontroversial yang KPK lakukan. Kurnia pun merinci lima hal kontroversial dalam perkara tersebut. Pertama yakni gagalnya KPK menyegel kantor DPP PDIP. Kemudian, pimpinan KPK tidak mampu menjelaskan kejadian yang terjadi di PTIK.
Terdapat pula simpang siur informasi keberadaan Harun Masiku dan sampai saat ini kantor DPP PDIP tidak kunjung digeledah oleh KPK. Padahal kasusnya sudah masuk di ranah penyidikan.
"Bahkan Pimpinan KPK tidak mampu menangkap Harun Masiku," ucapnya.
Pada bagian lain, kasus-kasus besar praktis tidak ada yang disentuh oleh KPK era Firli Bahuri. Misalnya kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Bailout Bank Century, dan pengadaan KTP-Elektronik.
Tak hanya itu, penyidik KPK Kompol Rossa yang "dipaksa" keluar dari institusi anti rasuah itu pun harus dijadikan sorotan. Sebab Pimpinan KPK tidak mampu menjelaskan alasan yang masuk akal terkait dengan hal tersebut. Terlebih lagi, Kompol Rossa merupakan salah satu penyidik yang menangani kasus tangkap tangan Komisioner KPU dan melibatkan salah satu mantan calon anggota legislastif asal PDIP, Harun Masiku. Sehingga kebijakan itu patut untuk dipertanyakan.
Kemudian, niat dari Pimpinan KPK untuk segera menangkap para burononan pun menjadi penting untuk dievaluasi oleh Dewan Pengawas. Karena, sejak Harun Masiku dan Nurhadi melarikan diri sampai hari ini sudah terlalu lama. Publik khawatir KPK memang tidak berniat untuk menangkap keduanya.
Hal lain lagi ketika KPK melakukan seleksi jabatan struktural di sektor penindakan. Praktis proses ini dilakukan secara tertutup dan kental nuansa konflik kepentingan. Poin ini penting juga untuk disorot oleh Dewan Pengawas.
"Sebenarnya publik pun dapat dengan mudah memahami bahwa KPK di era kepemimpinan Firli Bahuri telah mengalami kemunduran yang luar biasa," tegasnya.
Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, terdapat sejumlah poin permasalahan yang dibahas dalam Rakorwas tersebut, mulai dari perspektif pemangku kepentingan, proses internal, penumbuhan dan pembelajaran, hingga perspektif keuangan. "Hasil simpulan bahwa akan dilakukan perbaikan terhadap berbagai perspektif tersebut," ucapnya.
Terkait pengawasan pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, Tumpak mengatakan, telah dilakukan pembahasan dan diperoleh kesepakatan atas 18 poin isu permasalahan dari berbagai Kedeputian. Poin-poin isu permasalahan yang dibahas mayoritas terkait Kedeputian Penindakan. Sumber masalah, katanya, salah satunya berasal dari pengaduan yang masuk ke Dewas KPK.
"Poin permasalahan yang dibahas mayoritas terkait Kedeputian Penindakan,” katanya.
Tumpak tidak menjelaskan detail mengenai 18 isu yang dimaksud. Tumpak hanya menyebut, dari Rakorwas hari ini disepakati KPK bakal memperbaiki 18 permasalahan tersebut. "Kesepakatan yang diperoleh dari 18 isu permasalahan tersebut yaitu akan dilaksanakan perbaikan terhadap 18 isu permasalahan oleh KPK," katanya.
Tumpak mengatakan kegiatan evaluasi ini merupakan mandat dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, yang menyebut Dewan Pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK dan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK. Tumpak menyatakan, hasil evaluasi dari Rakorwas ini nantinya akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan DPR.
"Pengawasan dan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK dilakukan secara bertahap. Hasil pengawasan dan evaluasi kinerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang KPK akan dilaporkan kepada Presiden dan DPR dalam satu tahun sekali," katanya.