REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menilai usulan seleksi dan distribusi program Kartu Prakerja diserahkan pada pemerintah daerah melalui gubernur, bupati maupun wali kota adalah tepat. Ia menilai, cara tersebut dapat memaksimalkan program Prakerja.
Usulan ini muncul dari Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang juga ketua umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) agar seleksi dan distribusi program Kartu Prakerja diserahkan kepada Gubernur-Bupati masing-masing Provinsi. "Sepakat dengan ide usulan itu, namun dengan modifikasi kartu prakerja menjadi dua bagian," kata Qodari saat dihubungi, Selasa (28/4).
Qodari menjelaskan dua bagian tersebut, yakni pertama program pelatihan, dan kedua program bantuan sosial untuk masyarakat terkena pemutusan hak kerja (PHK) dan pengangguran. Menurut Qodari, program pelatihan sebaiknya dilaksanakan nanti setelah pandemi Covid-19 ini berakhir.
Sedangkan, program bantuan sosial (bansos) PHK dan pengangguran, menurut Qodari lebih tepat untuk kondisi saat ini, sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Dalam hal ini, pemberian bansos dapat melalui pemerintah daerah yang lebih memiliki keleluasaan dalam memetakan.
“Untuk bansos PHK dan pengangguran ini uang dan manajemen seleksinya diserahkan saja kepada kepala daerah,” kata Qodari.
Seperti sebagian bansos yang ada sekarang ini, lanjut Qodari, ada yang lewat daerah dan ada yang pemberiannya dilakukan oleh kementerian sosial. Karena itu, Qodari menyarankan, untuk urusan bantuan PHK dan pengangguran dapat diserahkan saja ke pemerintah daerah untuk mengelola mulai dari seleksi siapa yang berhak menerima sampai dengan distribusinya.
Qodari mengatakan, diberikan kewenangan pemerintah daerah dalam seleksi dan distribusi, selain meringankan beban pemerintah pusat, distribusi bantuan akan menjadi lebih efektif. Kepala Daerah dinilai lebih mengetahui dinamika dan permasalahan masyarakat di lapangan.
"Siapa yang usahanya tutup, siapa yang menganggur, itu bisa diseleksi dengan tepat dan tidak bisa diseleksi oleh program online. Kedua, ini juga akan membantu agar distribusnya juga lebih cepat karena dikelola oleh daerah," ucap Qodari.
Qodari merujuk pada pengalaman kasus Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang tertunda-tunda karena jumlahnya besar dan dikelola seluruhnya oleh pusat. Distribusinya pun berat.
Dari segi teknis, ia mencontohkan, masyarakat mengalami kesulitan lantaran harus membuat rekening tertentu sebelum menerima bantuan dari pusat. Kesulitan ini, ia menilai, bisa dipangkas bila melibatkan pemerintah daerah.
“Kalau duitnya dikirim gelondongan gede ke daerah, daerah yang ngelola pasti lebih mudah, koordinasi dengan bank-bank daerah juga lebih mudah begitu kira-kira," ujar pengamat dan surveyor politik ini.