Selasa 28 Apr 2020 23:49 WIB

Sekjen Muhammadiyah: Jangan Larut Teori Konspirasi Covid-19

Sekjen Muhammadiyah meminta umat tak larut dlam teori konspirasi Covid-19.

Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah, Abdul Muti, meminta umat tak larut dlam teori konspirasi Covid-19.
Foto: Syahruddin El Fikri/Republika
Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah, Abdul Muti, meminta umat tak larut dlam teori konspirasi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengajak masyarakat agar tidak larut dalam isu teori konspirasi soal Covid-19 yang justru kontraproduktif terhadap penanganan penularan virus corona jenis baru SARS-CoV-2 itu.

"Saat ini kita larut pada berbagai macam teori konspirasi yang cenderung negatif untuk menyikapinya, daripada merespons dengan sikap konstruktif," kata Mu'ti dalam pengajian daring yang dipantau dari Jakarta, Selasa (28/4).

Baca Juga

Menurut dia, teori konspirasi sebaiknya disikapi masyarakat, khususnya umat Islam, secara proporsional sehingga tidak menghabiskan energi dan kontraproduktif serta tidak kunjung menyelesaikan persoalan wabah Covid-19.

Dalam perintah agama Islam yang tertuang dalam Alquran, kata dia, mengedepankan pentingnya umat untuk mencari solusi terhadap persoalan, salah satunya dengan riset, terhadap fenomena di sekitar. Riset, artinya perlu keilmuan yang cukup dalam usaha mencari solusi.

Terkait dengan itu, lanjut dia, Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan dalam memecahkan berbagai persoalan. Ilmu pengetahuan sama pentingnya dengan kajian teologis. Keduanya harus dihadirkan dalam satu tarikan napas yang tidak dapat dipisahkan.

Komentar Mu'ti itu seiring adanya kecenderungan respons umat Islam terhadap Covid-19 yang lebih banyak disikapi dengan kerohanian daripada respons keilmuan. Dengan begitu, sangat mudah terjebak pada perdebatan konspirasi yang kontraproduktif dan tidak solutif.

Dia mengatakan ajaran Islam sangat menekankan pentingnya ilmu dan meningkatkan kualitas literasi yang mencerahkan umat sehingga tidak mudah termakan isu-isu yang kontraproduktif dalam menangani Covid-19.

"Ada fenomena beragama cenderung dimaknai sebagai ritual daripada kajian intelektual. Kalau kita baca ayat-ayat Alquran, dua persen berbicara mengenai ilmu. Wahyu yang turun pertama itu ilmu, perintah membaca," kata dia.

 

 

 

 

 

 

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement