REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengevaluasi pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hari pertama di kawasan "Surabaya Raya". PSBB diberlakukan guna memutus rantai penyebaran Covid-19.
"Pelaksanaan PSBB hari pertama jadi bahan evaluasi kami," ujar Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Selasa malam.
Pelaksanaan PSBB mulai digelar Selasa (28/4) di tiga daerah yakni Surabaya, Gresik dan Sidoarjo. PSBB dijadwalkan selama 14 hari ke depan atau berakhir pada 11 Mei 2020.
Penerapan PSBB hari pertama, salah satunya menimbulkan kepadatan lalu lintas yang terkonsentrasi di kawasan Bundaran Waru, yang merupakan perbatasan Sidoarjo dan Surabaya.
Penumpukan terjadi pada saat jam berangkat kerja, mulai sekitar pukul 07.00 WIB hingga 08.00 WIB. Orang nomor satu di Pemprov Jatim itu mengaku sempat terkejut melihat antrean panjang kendaraan bermotor tersebut.
Gubernur Khofifah yang menerima informasi tersebut langsung berkoordinasi lintas sektor, antara lain dengan Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan dan Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Widodo Iryansyah.
Pihaknya lantas melakukan evaluasi dengan memanggil sejumlah pihak, khususnya yang berkaitan dengan ketenagakerjaan karena pengendara yang melintas mayoritas pekerja di Surabaya. "Kami memanggil beberapa pihak, seperti Apindo dan perwakilan PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER) untuk membahas beberapa langkah agar pelaksanaan PSBB lebih lancar, khususnya bagi pekerja," ucapnya.
Selain itu, kata dia, evaluasi lainnya adalah opsi untuk menambah check point, menambah lebih banyak alat pengukur suhu tubuh hingga penguatan daya sound system agar lebih terdengar bagi pengendara.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak menyampaikan evaluasi dilakukan agar kejadian serupa tidak terulang pada masa PSBB yang masih akan berlangsung hingga 11 Mei mendatang. Tujuan PSBB, lanjut dia, sebenarnya untuk melindungi masyarakat, namun di sisi lain yang bekerja tidak serta-merta dilarang karena ada aturan diperbolehkan atau tidak.
"Tiap kementerian juga telah menerbitkan aturan di masing-masing sektor. Itulah sebabnya kami gelar dialog untuk mencari solusi agar tidak terjadi kepadatan yang terkonsentrasi di check point," katanya.