REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Mochammad Afifuddin, mengatakan, Indonesia belum siap melaksanakan pemungutan suara secara elektronik atau e-voting. Usulan e-voting ini bermunculan di tengah rencana penundaan Pilkada 2020 akibat pandemi virus corona.
"Secara normatif banyak yang kita ubah dari aturan kalau pakai e-voting. Saya kira kalau pelaksanaan pilkada ini masih belum ya," ujar Afif dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/4).
Ia menilai banyak hal yang harus menyesuaikan dan direvisi terkait e-voting tersebut. Misalnya, perlu ada persiapan yang matang dengan perubahan regulasi atau aturan, baik berupa peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), undang-undang, dan peraturan lainnya.
Menurut Afif, perlu ada pengkajian lebih banyak lagi terhadap pelaksanaan e-voting di Indonesia. Pasalnya, beberapa negara pun yang telah menerapkan e-voting justru kembali ke cara konvensional.
Aturan terkait pihak yang mengawasi penerapan e-voting pun perlu disiapkan. Afif menambahkan, apabila e-voting akan diwujudkan, banyak hal yang menjadi perhatian seperti penyediaan alat, anggaran, dan sumber daya manusia.
Menurut dia, penghitungan suara atau rekapitulasi elektronik (e-recap) bisa diaplikasikan pada Pilkada 2020. Saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyusun persiapan penggunaan e-recap.
Senada dengan Afif, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa pun setuju e-voting belum dapat diterapkan di Indonesia. Secara bertahap, dirinya meminta semua pihak fokus terhadap e-recap yang jauh lebih bisa diterapkan karena sudah dirancang KPU.
"Belum memungkinkan (e-voting). Sekarang lebih merancang ke e-recap untuk Pemilu 2024 atau Pilkada 2020. Jadi, kalaupun ada masalah, nanti tetap masih bisa manual," kata Saan.