REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Selama lockdown di Italia, banyak keluarga akhirnya harus tertahan di dalam rumah. Hanya saja, ada kisah berbeda dari keluarga Marzio Toniolo yang harus berbagi kesehatan dengan empat generasi terkurung dalam satu rumah.
Usia anggota keluarga empat generasi itu mulai dari yang termuda berusia tiga tahun, Bianca yang merupakan anak Tiniolo hingga kakek buyutnya, Gino, berusia 87 tahun. Pengalaman itu menguji ikatan cinta di bawah tekanan hidup bersama dan Toniolo yakin mereka telah lulus ujian.
Guru sekolah dasar itu bersama istrinya, Chiara, serta putri mereka, tinggal di rumah kakek-neneknya di San Fiorano, sebuah kota kecil di Italia utara. Mereka pindah dari Milan, mencari pekerjaan di sekolah lokal, dan sedang menunggu perbaikan rumah untuk siap ditempati. Ketika itu, Ayah Toniolo, Massimo berusia 62 tahun, sedang berkunjung dari Sardinia.
Pada 21 Februari, San Fiorano menjadi bagian dari "zona merah", kota itu pun ditutup dalam upaya mengendalikan virus. "Momen terburuk adalah ketika orang pertama di San Fiorano meninggal. Saya tahu putranya. Saya sudah banyak stres," kata Toniolo.
Pria berusia 35 tahun itu pun mengatakan, ketika kabar orang pertama meninggal, malam harinya dia mengalami serangan panik. "Malam itu, aku hampir mengalami serangan panik dan menggunakan obat penenang untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun," katanya.
Penutupan wilayah akhirnya diperluas mencakup seluruh Italia. Setelah sekitar satu bulan, ayah Toniolo baru bisa pulang kembali ke Sardinia. Segalanya mulai tenang, tetapi kekhawatiran sebenarnya adalah Gino, yang menderita kehilangan ingatan jangka pendek.
"Awalnya, kami benar-benar takut dan tidak membiarkannya pergi. Nenek saya dulu pergi ke gereja tetapi ketika kakek saya mulai memburuk, dia berhenti," kata Toniolo.
Gino akan pergi tidur lebih awal dan bangun pukul 22.00, karena menganggap itu sudah waktunya sarapan. Dia tidak bisa mengerti mengapa harus tetap di dalam rumah dan tidak mengerti kondisi pandemi yang terjadi.
Untuk menahan keinginan generasi tertua di keluarga Toniolo keluar rumah, dia pun menyatakan virus corona yang menyebar merupakan Flu Spanyol yang kembali. Flu Spanyol melanda antara 1918-1920 dan orang-orang dari generasi Gino mendengar tentang wabah itu ketika masih muda.
"Dia tahu apa itu dan dia mulai mengerti," kata Toniolo.
Gino sekarang memakai masker dan mulai berjalan-jalan, duduk di bangku, sementara tetangga juga ikut mengawasi dengan cermat ketika akhir pekan lalu pemerintah memutuskan pelonggaran karantina. Bianca juga membantu Gino beradaptasi dengan kondisi selama virus corona menyebar.
"Tidak, kakek, ada virus corona. Kamu tidak bisa menciumku!" ujar Bianca memberitahu kakek buyutnya.
Toniolo, istri, dan putrinya berharap untuk pindah ke rumah baru jika memungkinkan. Hal itu dilakukan agar mereka bisa memberikan jarak beberapa meter dari generasi yang lebih tua untuk menjamin keselamatan.