Rabu 29 Apr 2020 19:38 WIB

Pakar IPB: Stok Beras tidak Aman Setelah Oktober 2020

Sesuai data BPS, perkiraan produksi beras Januari-Mei 2020 sekitar 15,09 juta ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang menata beras di pasar tradisional, ilustrasi.
Foto: Antara/Adwit B Pramono
Pedagang menata beras di pasar tradisional, ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa, menyatakan, situasi tidak aman bagi ketersediaan beras kemungkinan akan terjadi setelah bulan Oktober hingga awal 2021 mendatang. Produksi beras secara tahunan juga diprediksi mengalami penurunan.

"Dari perhitungan saya, sampai Oktober pun stok dan produksi masih aman, tapi setelah Oktober itu yang akan jadi masalah," kata Andreas kepada Republika.co.id, Rabu (29/4).

Baca Juga

Ia mengatakan, sesuai data BPS, perkiraan produksi beras periode Januari-Mei 2020 sekitar 15,09 juta ton. Sementara, pada periode sama tahun lalu tembus 16,3 juta ton sehingga terdapat penurunan sekitar 1 juta ton. Ia mengatakan, tren penurunan produksi sudah terjadi dalam tiga tahun terakhir.

Adapun untuk konsumsi tetap sebanyak 12,4 juta ton sehingga surplus pada akhir Mei hanya sekitar 2,5 juta ton. Sementara, ketersediaan beras di Perum Bulog masih sekitar 1,4 juta ton sehingga setidaknya terdapat ketersediaan beras sekitar 3,9 juta ton pada akhir bulan Mei mendatang.

Andreas melanjutkan, kegiatan produksi kemungkinan besar masih akan terus berlanjut pada bulan Juni, Juli, Agustus meski tidak besar. Stok yang diproduksi selama tiga bulan itu kemungkinan akan habis sampai bulan Oktober.

Meski situasi tidak aman, Andreas menegaskan agar pemerintah maupun DPR tidak membuka wacana importasi beras. "Jangan berbicara impor dulu, kita tunggu data detail sampai bulan Juli nanti sehingga kita bisa ketahui berapa kekurangannya," kata Andreas.

Di tengah situasi kemungkinan penurunan produksi beras tahun ini, Andreas mengatakan, harga gabah masih cukup tinggi. Berdasarkan data Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di 46 kabupaten produsen beras pada Maret-April masih berkisar Rp 4.300 per kg atau lebih tinggi dari acuan harga pembelian oleh Bulog sebesar Rp 4.200 per kg.

Oleh sebab itu, Andreas menilai diperlukan cadangan dana tambahan bagi Bulog untuk bisa membeli gabah petani dengan harga di atas acuan. Sebab, Bulog harus melakukan penyerapan dalam jumlah besar untuk bisa mengamankan ketersediaan beras pada saat-saat tidak aman di akhir tahun.

"Pandemi Covid-19 ini membuat ketidakpastian, negara-negara produsen beras juga akan tutup sementara harga beras dunia terus meningkat. Kita tergantung pada kekuatan Bulog," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement