Rabu 29 Apr 2020 20:49 WIB

Guru Besar UI: Omnibus Law Bukan Hal yang Baru di Indonesia

Omnibus bukan metode untuk mengubah, menghapus atau mencabut, tetapi merangkai.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Omnibus Law
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Omnibus Law

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Satya Arinanto memaparkan pandangannya terkait Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Menurutnya metode omnibus law bukanlah sesuatu yang baru dilakukan di Indonesia. 

"Menurut pengamatan saya, penggunaan omnibus law sebagai suatu metode dalam penyusunan berbagai perturan perundang-undangan di Indonesia bukanlah hal yang baru," kata Satya dalam paparannya dalam rapat dengan panja RUU Ciptaker, Rabu (29/4).

Baca Juga

Satya menjelaskan,  berdasarkan sejarah  tercatat ada sejumlah peraturan perundang-undangan di era hindia belanda yang prosesnya menggunakan metode omnibus. Ia memaparkan, berdasarkan data dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), diperkirakan bahwa peraturan-perturan yang prenah dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda sampai dengan tahun 1949 berjumlah sekitar 7.000 peraturan.

Selain itu, Satya menambahkan, diketahui di dalam Daftar Program Legislasi Nasional yang disusun BPHN tahun 1990, sampai 1992 masih ada sekitar kurang lebih 400 peraturan perundang-undangan Hindia Belanda. Ia menjelaskan bahwa angka 400 peraturan tersebut merupakan sisa dari 7.000 peraturan. 

"Pertanyaannya dari 7000 jadi 400 itu melalui metode apa? apakah satu peraturan kolonial diganti satu peraturan nasional, ini yang saya maksud waktu itu juga dipergunakan sistem omnibus. walaupun dalam penelitian atau khazanah hukum kita istilah omnibus belum dipergunakan, tapi metodenya dipergunakan. Jadi ini bukan hal yang baru," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan pakar hukum dan perundangan Bambang Kesowo. Bambang mengatakan sebelumnya metode omnibus law pernah juga digunakan ketika DPR menyetujui Perppu 1 Tahun 2017 UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan.

"Waktu itu kita nggak sadar bahwa kita dulu pakai metode omnibus," ucapnya.

Ia mengatakan undang-undang tersebut ialah undang-undang yang menggunakan metode omnibus law. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa Omnibus bukanlah metode untuk mengubah, menghapus atau mencabut, tetapi merangkai dan menyatukan.

"Undang-undang itu sederhana, memberikan akses kepada dirjen pajak untuk memperoleh informasi keuangan seluasnya yang secukupnya di dunia perbankan, di dunai perasuransian, di dunia pasar modal, dan di dunia lembaga pasar modal lainnya tanpa mengubah undang-undang perbankan tanpa mengubah undang-undang perasuransian, tapi akses diberikan kepada dirjen pajak untuk memperoleh informasi, itu omnibus yang sejati," jelasnya. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement