REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam beberapa pekan ke depan terapi plasma konvalesen siap diterapkan di Indonesia untuk mempercepat penyembuhan pasien terinfeksi Covid-19. Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menyebutkan terapi ini masih menunggu hasil dari uji klinik yang masih berlangsung di sejumlah daerah.
Ia mengatakan terapi bisa dijalankan pada dua hingga empat pekan mendatang. Uji klinik masih berjalan seperti di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Termasuk juga menunggu keberhasilan uji klinik yang dilakukan di luar negeri yang telah lebih dulu menggunakan terapi plasma konvalesen, seperti China dan Amerika Serikat.
“Mungkin kita perlu menunggu kepastian berhasil atau tidak (uji klinik) sekitar dua sampai empat minggu dari sekarang,” tuturnya kepada Republika.co.id, Rabu (29/4).
Terapi plasma konvalesen belakangan disebut dapat membantu mempercepat penyembuhan pasien Covid-19. Secara teknis, terapi ini melibatkan pasien Covid-19 yang telah sembuh dengan antibodi yang kuat untuk mendonorkan plasma darahnya lewat alat aferesis.
Alat ini hanya akan mengambil plasma, sementara komponen darah yang lain dikembalikan ke pasien tersebut. Setidaknya, plasma yang didonorkan oleh setiap orang yang mendonor sekitar 400—500 cc. “Biasanya 400 sampai 500 cc buat dua pasien (yang sakit), lalu dua hingga empat minggu lagi (pasien Covid-19 yang sembuh) bisa donor lagi,” jelasnya.
Zubairi menerangkan, untuk bisa mendapatkan banyak donor plasma, para dokter yang merawat pasien Covid-19 yang sudah sembuh akan meminta kesediaan para pasien tersebut untuk mau mendonorkan plasmanya kepada pasien Covid-19 yang sakit.
Tujuan Simptomatik
Terapi plasma konvalesen saat ini diyakini menjadi salah satu upaya menangani pasien Covid-19 dengan tujuan untuk simptomatik. Hingga saat ini terapi tersebut masih dalam tahap uji klinik, belum pada kesimpulan untuk menjadi pengobatan standar.
Penelitian uji klinik tersebut mulanya dilakukan di China dengan meneliti 10 pasien. Ternyata hasilnya bagus, namun jumlah pasien tersebut dinilai Zubairi bukanlah sebuah standar untuk pengobatan, melainkan masih uji klinik.
Terapi itu akan naik tingkat menjadi pengobatan standar jika hasil terapi di berbagai wilayah bagus dan efek sampingnya minim. “Sampelnya harus banyak, desain penelitiannya harus baik, aman dan efektif,” terang Zubairi, lalu menambahkan bahwa saat ini ada harapan yang besar pada terapi plasma konvalesen untuk para pasien Covid-19.