Kamis 30 Apr 2020 08:55 WIB

Bawaslu: Politik Uang Masih Jadi Tren Pelanggaran Pilkada

Belum ada pengaturan yang tegas terhadap pelaku politik uang.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo (kanan)
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Ratna Dewi Petalolo, mengatakan, politik uang masih menjadi tren pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Pasalnya, masih ada celah hukum dalam menindak pelaku politik uang.

"Kita berkaca pada penyelenggaraan pada Pilkada 2015, 2017, dan 2018. Belum ada pengaturan yang tegas terhadap pelaku politik uang," ujar Dewi dalam keterangan tertulis, Rabu (29/4).

Dewi menjelaskan, ada tiga hal yang menghambat proses penegakan hukum dalam menindak politik uang. Pertama, faktor substansi hukum. Para pelaku politik uang harus memenuhi unsur terstruktur, masif, dan sistematis (TSM).

Ketiga unsur tersebut menjadi hal krusial dalam penanganan politik uang yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Jika hanya satu unsur yang terpenuhi, tidak dimungkinkan untuk melakukan kelanjutan dan pemberian sanksi.

"Terhadap persoalan yang sudah kita laksanakan sebelumnya apabila pelaku hanya memenuhi salah satu unsur TSM maka tidak dimungkinkan untuk melakukan kelanjutan dan pemberian sanksi," kata dia.

Kedua, faktor struktur hukum. Dewi menegaskan, penyelesaian politik uang tidak bisa diselesaikan sepihak, tetapi harus melibatkan tiga institusi, yaitu Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan, dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

"Sepanjang belum bisa dibuktikan seperti alat bukti, kemudian ada saksi yang memberikan keterangan kejadian peristiwa, dan juga harus ada dukungan kesamaan hukum dari kepolisian dan kejaksaan," kata dia menambahkan.

Ketiga, budaya hukum. Dewi menuturkan, memahami adanya kesadaran tentang politik uang harus dilandasi dengan kesadaran bersama. Peran pasangan calon dan masyarakat harus mengubah pola pikir yang akan berdampak kepada budaya sosial.

"Baik pasangan calon maupun masyarakat harus mengubah cara pandang. Bukan hanya sekadar memberikan saja, namun mengubah pola pikir yang nanti akan berdampak permisif," tutur dia.

Dewi berhara  praktik politik uang pada penyelenggaraan pilkada mendatang dapat diminimalisasi. Bahaya politik uang berimplikasi kepada siapa pun yang melakukan praktik kotor tersebut. "Politik uang adalah kejahatan besar dalam proses berdemokrasi," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement