Kamis 30 Apr 2020 23:30 WIB

Kepala BPS: Waspadai Inflasi Bahan Pangan

Pemerintah diharap mewaspadai pergerakan inflasi bahan pangan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Muhammad Hafil
Kepala BPS: Waspadai Inflasi Bahan Pangan. Foto: Inflasi (ilustrasi)
Kepala BPS: Waspadai Inflasi Bahan Pangan. Foto: Inflasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyebutkan, pemerintah harus mewaspadai pergerakan inflasi komponen bahan makan sepanjang 2020. Sebab, dibandingkan 2019, tingkat inflasinya cenderung lebih tinggi.

Dari data yang disampaikan Suhariyanto, tingkat inflasi komponen bahan makanan pada Januari hingga Maret 2020 masing-masing 4,04 persen, 6,38 persen dan 6,41 persen. Nilai ini naik signfiikan dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, yakni 1,98 persen (Januari), 0,72 persen (Februari) dan 0,56 persen (Maret).

Baca Juga

"Jadi, inflasi memang terkendali. Tapi, perlu diberi perhatian lebih pada pergerakan harga makanan," ujar Suhariyanto dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR secara virtual, Kamis (30/4).

Suhariyanto mengatakan, ada beberapa harga komoditas yang memiliki kontribusi kecil terhadap inflasi, tapi berpotensi mengganggu sepanjang tahun. Sebut saja gula pasir dan bawang merah yang kini mulai mengalami kenaikan harga menjelang Ramadhan.

Perhatian tersebut patut lebih ditingkatkan mengingat Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/ FAO) sudah memberikan peringatan potensi kelangkaan bahan pangan mulai pertengahan tahun ini. "Kemarin sudah dihighlight oleh Pak Presiden yang sudah menugaskan ke beberapa tim untuk membuat prognosis sampai akhir tahun," kata Suhariyanto.

Peringatan tersebut sejalan dengan data BMKG yang memperkirakan terjadinya kemarau pada Juli. Khususnya pada Pulau Jawa dan beberapa provinsi di Sulawesi. Suhariyanto menekankan, persiapan lebih matang harus segera dilakukan agar inflasi bahan makanan terjaga, sehingga masyarakat dapat melalui masa-masa tersebut dengan baik.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo optimistis, inflasi sepanjang 2020 dapat bertahan di tingkat rendah dan stabil dalam kisaran tiga plus minus satu persen. "Ini sesuai dengan sasaran kami," ucapnya dalam kesempatan yang sama.

Khusus untuk Ramadhan pun, Perry meyakini, besaran inflasi dapat lebih rendah dari historis. Larangan kegiatan mudik dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan pola konsumsi masyarakat akan berubah. Di sisi lain, koordinasi Tim Pengendali Inflasi (TPI) di pusat dan daerah dipastikan berjalan dengan erat.

Tantangan dan upaya pengendalian inflasi

Prediksi serupa juga disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Hanya saja, penyebaran Covid-19 menjadi tantangan untuk menstabilkan inflasi. Di antaranya melalui pelemahan permintaan, terutama pada komoditas barang-barang tahan lama dan jasa menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.

Selain itu, ada risiko depresiasi nilai tukar rupiah dan kelangkaan bahan baku yang berpotensi membuat ongkos produksi naik. Hasil akhirnya, harga bahan pangan bisa naik. Ketersedahan bahan pangan juga menjadi tantangan mengingat ada proyeksi penurunan produksi sektor pertanian dan perikanan. "Di saat pembatasan sosial, distribusi bahan pangan ikut menjadi kendala," tutur Sri.

Untuk mengendalikan inflasi, pemerintah fokus dalam menstabilkan harga melalui stimulus ekonomi berupa bantuan sosial, operasi pasar hingga kebijakan harga eceran tertinggi (HET). Fokus kedua, ketersediaan pasokan dengan memadai cadangan beras Bulog dan kebijakan pembatasan pembelian di tingkat retail.

Pemerintah turut fokus memperlancar distribusi, termasuk meningkatkan kerjasama perdagangan antardaerah melalui sentra pertanian dan rekayasa sistem logistik melibatkan BUMN/ BUMD. Terakhir, meningkatkan efektivitas komunikasi TPIP dan TPID terkait monitoring stok dan harga bersama antara TPID.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement