REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mengkritik penditribusian bantuan sosial (bansos) oleh pemerintah di sejumlah daerah. Pasalnya, terdapat penyaluran bantuan yang terhambat karena tas pembungkus berlabel "Bantuan Presiden" belum tersedia.
"Keterlambatan itu ya kita sayangkan kalau alasannya tas bertuliskan 'Bantuan Presiden'. Kan bukan tasnya yang mau dimakan. Berasnya, sama bahan-bahan pokoknya," ujar Yandri kepada wartawan, Kamis (30/4).
Menurut dia, dalam bansos tak diperlukan embel-embel "Bantuan Presiden". Hal yang diperlukan masyarakat adalah sembako untuk menyambung hidupnya, bukan hal remeh seperti itu.
Selain itu, hal ini bukanlah alasan terjadinya keterlambatan dalam pendistribusian bansos. Pasalnya, bantuan tidak hanya sekali disalurkan ke masyarakat. "Yang penting tepat waktu sehingga masyarakat tidak berkeliaran dan tidak banyak yang pulang kampung dan tidak banyak masalah dan mengeluh," ujar Yandri.
Wakil Ketua Umum PAN itu pun meminta pemerintah pusat, khususnya Kementerian Sosial, untuk memperbaiki proses penyaluran bansos, terutama dalam hal pendataan, agar bantuan dapat tersalurkan pada yang berhak. "Jangan sampai salah sasaran. Tapi, kita sudah dengar dari Pak Mensos, beliau menyerahkan kepada bupati dan wali kota untuk mengatur siapa nama-nama yang berhak mendapatkan bantuan sosial," ujar Yandri.
Sebelumnya, Menteri Sosial Juliari Batubara menyebut bahwa paket sembako untuk warga terdampak virus Covid-19 sempat tersendat. Sembako sudah tersedia, tetapi tas pembungkus belum tersedia.
Pembungkus itu belum tersedia karena produsen tas tersebut mengalami kesulitan impor bahan baku sehingga menyebabkan distribusi bansos terkendala meski paket sembako sudah tersedia. Tas untuk mengemas paket sembako itu bertuliskan "Bantuan Presiden RI Bersama Lawan Covid-19". Di tas itu juga terdapat logo Presiden Republik Indonesia dan Kementerian Sosial serta cara-cara agar terhindar dari virus Covid-19.
Nawir Arsyad Akbar