REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : DR Imas Emalia, Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Jakarta*
Ungkapan Fernand Braudel dalam Civilization an Capitalism 15th-18th Century (1988), bahwa wabah penyakit dapat mempengaruhi demografi, peradaban manusia, dan perekonomian negara.
Maka dalam hal ini, berbicara wabah penyakit, pikiran kita pun akan terbawa pada dinamika perekonomian masyarakat yang saling berpengaruh di dalamnya. Roda perekonomian yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat bisa tersendat berputar dalam artian terpuruk disebabkan adanya wabah.
Dalam catatan sejarah pun, roda perekonomian pemerintah pernah terhambat bahkan mengalami penurunan drastis akibat wabah penyakit yang melanda para pekerja atau buruh.
Di Amerika awal abad ke-19, salah seorang pasukan militer Amerika, Mayor Walter Reed, mengusulkan penghentian proses penggalian tanah kepada pemerintah. Alasannya, banyak buruh proyek penggalian tanah itu sakit dan meninggal dunia. Para buruh menderita penyakit yellow fever daan banyak di antara mereka yang meninggal dunia. Penurunan jumlah buruh di Amerika saat itu telah membuat kerugian negara, secara mendadak.
Saat itu penyakit yellow fever diakibatkan lingkungan yang kotor. Hasil penelitian saat itu menyebutkan bahwa penyakit yellow fever sejenis malaria yang ditularkan melalui nyamuk yang berkembang di lingkungan yang kumuh. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada manusia.
Keterangan Foto: Kompleks Parbrik Gula Sindang Laut, tahun 1914.
Menurut Mayor Walter Reed, bila kondisi seperti itu dibiarkan, maka akan berakibat pada perekonomian negara. Mayor Walter Reed memandang pentingnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan para buruh tersebut demi meningkatnya perekonomian negara.
Dalam kaitannya dengan hal itu, tulisan ini akan mengulas kasus wabah malaria di Cirebon yang terjadi di awal abad XX yang ada relevansinya dengan nasib perekonomian pemerintah saat itu.