REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nawawi Efendi
Ketika Allah SWT memutuskan untuk menjadikan seorang khalifah di muka bumi, para malaikat bertanya, sebagaimana firman-Nya, ''Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?''
Allah berfirman, ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.'' (QS Albaqarah [2]: 30). Dari rangkaian komunikasi itu, ada dua hal yang menjadi kekhawatiran para malaikat.
Pertama, kerusakan di bumi. Kedua, timbulnya pertumpahan darah atau pembunuhan.
Apa yang dikhawatirkan para malaikat itu nyata terjadi sejak zaman Nabi Adam AS sampai sekarang. Kerusakan yang dimaksud adalah rusaknya alam hingga menyebabkan banjir, longsor, dan polusi. Atau, juga dalam arti rusaknya moral manusia, sehingga terjadi banyak kasus kebatilan.
Berkaitan dengan kekhawatiran pertama, Allah SWT berfirman, ''Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).'' (QS Arrum [30]: 41).
Jelas bahwa kerusakan yang terjadi disebabkan ulah manusia sendiri. Penebangan liar merupakan salah satu penyebab utama banjir. Asap kendaraan bermotor berakibat polusi udara. Pembuangan limbah serampangan menyebabkan polusi air. Semua itu dilakukan manusia.
Selain kerusakan alam, rusaknya moral juga salah satu penyebab utama hancurnya tatanan masyarakat dan negara. Pesatnya perkembangan teknologi dan gencarnya arus globalisasi, selain berdampak positif, juga turut mempercepat tersebarnya dekadensi moral ke segala penjuru.
Adapun kekhawatiran para malaikat berupa pertumpahan darah, sudah terjadi sejak zaman Nabi Adam AS, tatkala salah satu putranya membunuh saudaranya sendiri dengan alasan dengki.
Kasus pembunuhan tidak berhenti di situ, tapi berlanjut seakan mewarnai perjalanan hidup manusia hingga kini. Dan, pembunuhan itu tak hanya berkaitan dengan masalah pribadi, sebagaimana yang terjadi pada kasus Qabil dan saudaranya itu, tapi meluas pada tawuran antarkampung, bentrok antarsuku, bahkan peperangan antarnegara.
Semua fanomena itu semakin menuntut kita untuk kembali pada tujuan utama hidup ini, yaitu memakmurkan bumi dengan kedamaian dan kesejahteraan. Bukan peperangan dan kerusakan agar kekhawatiran para malaikat tidak terjadi lagi di masa-masa yang akan datang.
(Artikel Hikmah ini diposting pertama kali di Republika pada 29 Mei 2009 dan ini merupakan edisi reposting).