REPUBLIKA.CO.ID, ADEN -- Yaman melaporkan kasus pertama virus corona di provinsi ketiga, Jumat malam (1/5). Laporan tersebut menambah jumlah infeksi secara keseluruhan menjadi tujuh dengan dua kematian.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khawatir penyebaran virus corona di Yaman tidak terdeteksi karena sistem kesehatan negara tersebut telah hancur akibat konflik. Komite Darurat Virus Corona mengatakan, seorang pria berusia 40 tahun didiagnosis dengan infeksi virus corona di wilayah Taiz. Ini merupakan kasus pertama di kawasan tersebut.
"Pasien menerima perawatan di pusat karantina dan tindakan telah diambil oleh tim pemantauan dan departemen kesehatan bagi mereka yang berinteraksi dengannya," ujar komite tersebut.
Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh sistem peringatan dini penyakit Yaman mengidentifikasi pria itu sebagai Ehab Mahyoub. Dia datang ke Taiz dengan menggunakan mobil bersama keluarganya pada 27 April dari pelabuhan selatan Aden.
Mahyoub diketahui bekerja di sebuah toko perhiasan di Aden. Dua hari sebelum pergi ke Taiz dia telah menunjukkan gejala terinfeksi virus corona.
Pihak berwenang menerima telepon dari seorang warga pada 30 April di pasar ikan Taiz. Warga yang menelpon tersebut melaporkan Mahyoub diduga terinfeksi virus corona dan dibawa ke rumah sakit Joumhuriya. Sekitar 10 orang yang melakukan kontak dengan Mahyoub berada dalam kondisi sehat dan diminta untuk isolasi mandiri di rumah.
Yaman mencatat kasus virus corona jenis baru atau Covid-19 pertama di provinsi Hadharamout selatan pada 10 April. Negara tersebut kemudian mengumumkan lima kasus lainnya di Aden dengan dua kematian.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) khawatir virus corona akan memberikan dampak buruk bagi Yaman, karena populasi penduduknya memiliki tingkat kekebalan yang rendah. Selain itu, Yaman sangat rentan terhadap penyebaran penyakit dibandingkan dengan negara lainnya.
Sekitar 80 persen dari populasi penduduk Yaman atau 24 juta orang bergantung pada bantuan kemanusiaan dan 10 juta lainnya berisiko kelaparan. Berbagai macam penyakit di Yaman, termasuk Covid-19 dan demam berdarah sulit terdeteksi karena terpecahnya kekuatan politik dan wilayah kekuasaaan.
Otoritas Yaman telah meningkatkan fasilitas di 37 rumah sakit, namun mereka kekurangan alat uji, ventilator, dan tempat tidur. Sementara, otoritas Houthi mengirim surat ke koordinator kemanusiaan PBB di Yaman untuk meminta 250 ribu swab dan 100 ribu tes reaksi berantai polimerease (PCR) serta 15 perangkat pengujian PCR.