REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Dessy Suciati Saputri, Amri Amrullah, Mimi Kartika
Pada awal pekan lalu, atau pada Senin (27/4), Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengungkapkan hasil evaluasi penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang telah diberlakukan di berbagai daerah. Menurut Doni, PSBB masih belum maksimal di sejumlah daerah karena masyarakat masih tak menerapkan protokol kesehatan seperti jaga jarak aman dengan baik.
“Hasil evaluasi yang telah disampaikan presiden dan menerima masukan menteri dan gubernur tentang masih adanya hal yang belum maksimal dalam menjalankan protokol kesehatan, social distancing, dan physical distancing, termasuk juga PSBB yang masih adanya kegiatan untuk kumpul-kumpul,” kata Doni saat konferensi pers selepas rapat terbatas evaluasi pelaksanaan penerapan PSBB, Senin (27/4).
Meski ada masyarakat yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan, PSBB efektif menekan laju penambahan kasus baru Covid-19. Doni mencontohkan DKI Jakarta sebagai wilayah yang berhasil membuat flat penambahan kasus baru Covid-19.
“Saat ini (Jakarta) telah mengalami flat dan kita doakan semoga tidak terlalu banyak kasus positif yang terjadi. Ini diakibatkan karena PSBB yang telah berjalan dengan baik. Bapak Gubernur DKI telah laporkan presiden tentang hasil yang dicapai selama pelaksanaan PSBB,” kata Doni.
Benarkah kurva Covid-19 di DKI Jakarta sudah flat seperti yang dikatakan Doni? Jika merujuk pada data, misalnya sehari setelah pernyataan Doni itu (28 April), pelambatan kasus baru sepertinya belum sepenuhnya terjadi. Tambahan kasus baru positif Covid-19 di Jakarta bisa dibilang fluktuatif.
Berdasarkan data gugus tugas, jumlah kasus terkonfirmasi positif di DKI Jakarta per Ahad (26/4) sebanyak 3.798 orang, atau bertambah 114 kasus baru dibanding sehari sebelumnya. Kemudian, pada Senin, total pasien positif Covid-19 di DKI Jakarta tercatat 3.832 orang, atau bertambah meski "hanya" 34 orang.
Namun, pada Selasa (28/4), Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia Tatri Lestari, mengumumkan total 3.950 orang kasus positif. Itu artinya, kembali terjadi lonjakan penambahan kasus positif sebanyak 118 orang dalam 24 jam terakhir.
Sepekan setelah pernyatan Doni yang menilai evaluasi PSBB belum efektif, giliran Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memberikan keterangan. Meski penambahan kasus baru positif Covid-19 secara nasional masih terus berakselerasi, Mahfud menyebut pemerintah tengah memikirkan relaksasi PSBB.
Menurut Mahfud, pelonggaran PSBB disiapkan untuk mencegah masyarakat merasa stres karena merasa terlalu dikekang. "Kita sudah sedang memikirkan apa yang disebut relaksasi PSBB. Nanti akan diadakan. Sedang dipikirkan pelonggaran-pelonggaran," kata Mahfud melalui siaran langsung Instagram-nya, Sabtu (2/5) malam.
Mahfud memberikan contoh pelonggaran itu soal aktivitas yang dapat dilakukan dengan protokol tertentu selama PSBB. Menurut dia, hal tersebut dipikirkan oleh pemerintah karena pemerintah tahu kalau masyarakat dikekang, akan timbul stres yang berujung pada menurunnya tingkat imunitas masyarakat.
"Nah, kalau stres itu imunitas orang itu akan akan melemah juga, akan menurun. Oleh sebab itu, kita memikirkan, mari kerjakan ini semua secara sabar bersama-sama," kata dia.
Mahfud menyampaikan, yang saat ini diperlukan adalah kebersamaan. Menurut dia, saat ini tidak ada lagi hierarki atau struktur hubungan orang dangan orang lain, yang satu lebih tinggi dan yang satu lebih rendah. Saat ini, menurut dia, posisi semua orang sama.
"Sekarang ini sama-sama posisinya. Di depan kos itu sama. Siapa pun yang lengah akan diserang (penyakit). Oleh sebab itu, kita harus saling sama-sama menjaga. Jangan biarkan ditulari orang lain, jangan juga menulari orang lain. Nah, itulah sekarang protokol yang diatur oleh pemerintah," kata dia.
Pernyataan Mahfud soal rencana relaksasi PSBB bisa dibilang kontradiktif dengan imbauan dari Juru Bicara Pemerintah Penanganan Virus Covid-19 Achmad Yurianto yang mengatakan pandemi corona hanya dapat dicegah secara bersama-sama dengan kedisiplinan yang kuat dan terus-menerus. Masyarakat pun harus mematuhi dan memahami untuk tetap beraktivitas di rumah sehingga pandemi ini segera berakhir.
“Covid hanya dapat dicegah dengan kedisiplinan yang kuat dan semangat gotong royong, yang harus dilakukan secara bersama-sama dan terus-menerus. Tidak boleh terputus,” ujar Yurianto saat konferensi pers, Ahad (3/5).
Yurianto pun meminta agar masyarakat tak melakukan mudik sehingga tak tertular atau justru turut menularkan virus di kampung halaman. Pasalnya, menurut dia, beberapa penderita Covid-19 diketahui tak memiliki gejala apa pun.
Terkait kajian yang dilakukan para pakar dan perguruan tinggi mengenai prediksi berakhirnya masa pandemi pada Juli, Yurianto menyampaikan apresiasi pemerintah. Namun, ia mengatakan, kunci dari berakhirnya pandemi ada di masyarakat.
“Optimisme untuk meredakan wabah Covid di bulan Juni-Juli 2020 adalah tantangan kita bersama. Karena kuncinya ada di kita semua, ada di disiplin kita semua untuk tetap patuh di rumah, patuh tidak bepergian, patuh tidak mudik, patuh cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir, patuh terus menggunakan masker,” ujarnya.
Secara nasional, penambahan kasus baru Covid-19 berada pada kisaran 200 sampai 300 kasus baru setiap 24 jam. Jika pada Sabtu (2/5) ada penambahan 292 kasus baru, pada Ahad (3/5) kasus baru positif Covid-19 yang diumumkan Yuri berjumlah 349 sehingga total pasien positif Covid-19 hingga Ahad menjadi 11.192 orang.
Ahli minta pemerintah konsisten
Salah seorang anggota tim pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) yang juga ahli epidemiologi, Pandu Riono, meminta pemerintah konsisten menerapkan PSBB. Ia justru mempertanyakan tindakan pemerintah yang tengah memikirkan relaksasi PSBB.
"Kita harus konsisten sampai (kasus Covid-19) turun benar. Itu kan harusnya suspect juga turun, bukan hanya kasusnya. Kasus kan yang sudah dites. Ya kan kita harus konsisten," ujar Pandu saat dihubungi Republika, Ahad (3/5).
Menurut dia, rencana pelonggaran PSBB seharusnya dibicarakan di internal pemerintah, bukan diungkapkan ke publik. Pasalnya, hal itu dapat membingungkan masyarakat yang saat ini sedang atau baru menghadapi PSBB di wilayahnya masing-masing.
"Jadi kan nanti masyarakat bingung, nih PSBB-nya baru jalan di berapa wilayah, ini kok di level nasional diomongin tentang itu (pelonggaran PSBB)," kata Pandu.
Ia menuturkan, pemerintah seharusnya membuat kriteria atau standar yang harus dicapai untuk membuat kebijakan relaksasi PSBB. Pemerintah harus menyusun mekanisme melepas pembatasan secara bertahap.
Padahal, Pandu melanjutkan, saat ini saja PSBB belum diimplementasikan secara nasional. Ia mendorong pemerintah menerapkan PSBB secara nasional.
Pandu mengingatkan, jika pemerintah melonggarkan PSBB di DKI Jakarta yang kasus Covid-19-nya sudah melambat, di daerah justru kasusnya meningkat. Pasalnya, pandemi Covid-19 ini merupakan bencana nasional yang bahkan hampir menjangkiti seluruh wilayah Indonesia.
Ia mencontohkan, ketika pergerakan penduduk di DKI sudah dilonggarkan tetapi Jawa Barat belum. Hal itu menjadi percuma. Misalnya saja warga Ibu Kota sudah boleh keluar daerah atau warga dari luar boleh masuk ke Jakarta akan menjadi masalah.
"Kalau Jakarta melandai ya percuma saja. Kalau ada orang dari luar Jakarta masuk kan bisa timbul masalah. Itu yang disebut arus balik itu, dan PSBB yang paling penting adalah pembatasan pergerakan penduduk. Pembatasan sosial yang paling penting itu adalah pembatasan mobilitas penduduk maka itu harus dilarang mudik," tutur Pandu.
Tim pakar FKM UI sebelumnya memaparkan analisis bahwa kasus Covid-19 di Indonesia akan mulai menurun pada Juni mendatang. Penurunan angka kasus harus dipertahankan sampai benar-benar mereda dan berhenti atau tidak ada lagi penambahan kasus Covid-19.
"Jadi, mulai mereda, mulai melambat. Kita harus pertahankan terus sampai benar-benar redanya itu benar-benar reda. Kalau hujan tuh tadi hujan deras, sekarang mau hujan gerimis terus sampai berhenti hujannya baru kita bisa keluar. Analoginya kayak gitu," ungkap Pandu.