REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Hukum dan Keamanan DPR, M Nasir Djamil, menyatakan keheranannya kepada pihak-pihak yang meminta kapolri untuk membatalkan penunjukan Irjen Polisi Boy Rafli Amar menjadi kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sebagai bawahan presiden, kapolri tentu telah menyampaikan sebelumnya perihal pergantian kepala BNPT itu.
"Mana mungkin kapolri berani melampaui kewenangannya atau memojokkan presiden soal pengangkatan Boy Rafli Amar sebagai kepala BNPT. Kalau kapolri berani melangkahi presiden, itu namanya bunuh diri," ujar politisi PKS itu.
Dalam pikiran Nasir Djamil, sebelum mencantumkan Boy Rafli sebagai kepala BNPT, Kapolri pasti sudah mengajukan nama itu kepada presiden. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, kapolri juga menyerahkan nama cadangan jika presiden menolak Boy Rafli. Karena istana telah memberikan lampu hijau, akhirnya dalam telegram itu nama Boy Rafli muncul menggantikan Suhardi Alius.
"Pihak yang menuduh kapolri melampaui kewenangannya dan ingin memojokkan presiden dengan pengangkatan Boy Rafli sebagai kepala BNPT tampaknya kurang memahami bagaimana hubungan kerja dan komunikasi kapolri dan presiden," ujar dia.
Terakhir, Nasir menambahkan bahwa Komjen Polisi Suhardi Alius bulan Juli mendatang genap empat tahun sebagai kepala BNPT. Selama ia memimpin lembaga itu, tidak dinafikan banyak keberhasilan yang dilakukkan bersama jajaran BNPT, terutama lahirnya UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.
"Pak Suhardi boleh dibilang sukses. Karena itu, Pak Boy Rafli diharapkan bisa mempertahankan dan meningkatkan cerita sukses yang telah dilakukan Pak Suhardi," ujar politisi asal Aceh ini.