REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Sekitar 40 ribu pekerja di Tepi Barat yang diduduki diperkirakan akan memasuki Israel untuk periode selama tiga pekan di tengah pandemi Covid-19. Israel telah membuka kembali sejumlah perbatasan menyusul kesepakatan dengan Otoritas Palestina (PA).
Dilansir Al-Jazeera pada Senin (4/5), hal itu dilakukan dalam sebuah langkah yang memungkinkan ribuan warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki mencari peluang kerja meski ada kekhawatiran terkena virus corona. Pembukaan berlangsung selama dua hari hingga Senin (4/5) waktu setempat.
Langkah pembukaan tersebut akan membuat sekitar 40 ribu warga Palestina menyeberang untuk bekerja, terutama di bidang konstruksi dan pertanian. Langkah ini dilakukan bersamaan dengan pelonggaran pembatasan yang diberlakukan terkait penanganan Covid-19 di Israel. Israel sejauh ini telah mencatat 16.185 kasus positif dan 229 kematian.
PA yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas telah mencatatkan 353 orang yang terinfeksi Covid-19. Banyak di antaranya diyakini tertular oleh pekerja yang menyeberang ke Israel.
Al-Jazeera dalam laporannya menyebut, di bawah perjanjian itu para pekerja akan tetap di Israel selama setidaknya tiga pekan. Biasanya, para pekerja akan pergi dan kembali pada hari yang sama. Tetapi setelah wabah, perjanjiannya mereka masuk dan tinggal di sana.
Hal itu merupakan keputusan yang sulit dibuat oleh PA. Sebab di satu sisi, sekitar dua pertiga dari infeksi yang terjadi di Palestina berasal dari pekerja dan orang-orang di sekitar mereka.
"Tetapi juga, Anda berbicara tentang segmen masyarakat Palestina yang menghasilkan sekitar 2,5 miliar dolar pendapatan setiap tahun untuk ekonomi PA yang melemah," tuturnya.
Hingga 20 persen warga Palestina bekerja di Israel dan di kompleks permukiman ilegal yang dibangun di atas tanah Palestina yang diduduki. Uang yang diperoleh lebih dari apa yang akan mereka hasilkan di Tepi Barat, di mana tingkat pengangguran berada di sekitar 30 persen, jadi salah satu yang tertinggi di dunia.
Banyak yang terpaksa mencari nafkah dengan cara ini karena pendudukan Tepi Barat selama puluhan tahun di Israel telah membuat Palestina tidak memiliki kendali atas sumber daya mereka. Terlepas dari bahaya pandemi, banyak warga Palestina masih memilih mengambil risiko dengan upah selama masa yang sangat sulit secara finansial.