REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Fauzi Ridwan
Ferdian Paleka. Nama tersebut sedang naik daun. Kelakukannya yang membuat video dengan konten membagikan sembako berisi sampah ke waria atau transpuan memopulerkan Ferdian Paleka.
Pemuda yang tinggal di Rancamanyar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, itu kini menghilang. Senin (4/5) dini hari penyidik Polrestabes Bandung mendatangi kediaman Ferdian Paleka. Polisi menindaklanjuti laporan empat orang waria yang melaporkan Ferdian.
Kapolsek Baleendah Kompol Priyono mengatakan, penyidik sengaja mendatangi rumah Ferdian didampingi petugas Polsek Baleendah maupun ketua RT dan RW setempat. Namun, Ferdian disebutnya tidak ada di rumah.
Kepada polisi, orang tua Ferdian mengatakan akan mencari anaknya dan membawanya ke Polrestabes Bandung. Priyono mengatakan, orang tuanya berjanji akan mendatangi Ferdian.
Ferdian bersama orang tuanya merupakan pendatang di Rancamanyar dari Kota Bandung. Kapolsek meminta agar masyarakat lebih berhati-hati dalam bertindak dan tidak melakukan sesuatu yang bisa menimbulkan provokasi. "Jangan sampai menimbulkan ketidaktenangan warga, terlebih situasi saat ini pandemi. Jangan sampai jadi bahan omongan," katanya.
Ia memastikan kondisi di Rancamanyar dan khususnya di sekitar kediaman yang bersangkutan aman. Pasalnya, pihak RT, RW, dan Babinsa sudah diingatkan jika yang bersangkutan ada agar segera dilaporkan ke kepolisian.
"Kita sampaikan tadi malam ke Pak RT, kalau ada segera kasih tahu, langsung dibawa," katanya.
Ferdian Paleka menimbulkan kegaduhan publik saat membuat video prank atau menjahili orang lain. Ia melakukan kegiatan pembagian sembako ke sejumlah waria di Kota Bandung pada Kamis (30/4). Namun, paket sembako tersebut berisi sampah.
Dalam video yang beredar di media sosial, tampak Ferdian dan temannya menyebut mereka sengaja ingin tahu apakah selama Ramadhan ada waria yang masih beredar di jalanan. Lalu, potongan gambar berikutnya adalah Ferdian dan temannya mencari-cari sampah dari tong sampah untuk diletakkan ke dalam kardus yang biasa digunakan untuk membagikan sembako.
Akibat perbuatannya, empat orang waria di Kota Bandung melaporkan Ferdian Paleka ke Satreskrim Polrestabes, Senin (4/5). Salah seorang korban, Sani (nama panggilan), mengungkapkan, pembagian sembako berisi sampah dilakukan pada Kamis (30/4) dini hari. Ia saat itu tengah bersama temannya, Dini (56), Luna (25), dan Pipiw, di Jalan Ibrahim Adjie, Kota Bandung.
Saat berjalan, ia mengaku didatangi Ferdian dan temannya yang hendak memberikan bantuan. Saat itu juga, menurut dia, ia bersama temannya menerima bantuan.
"Pas diterima, dibawa dulu. Pas dibuka isinya tauge busuk. Sakit hati (saya) sampai di-posting di media sosial," ungkapnya.
Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya kepada wartawan di Balai Kota Bandung, Senin (4/5), mengatakan, tindakan yang dilakukan Youtuber tersebut bisa dikenakan pasal dalam Undang-Undang Informasi, Teknologi, dan Elektronik. Ia mengimbau agar para pengguna media sosial lebih memberikan semangat dan rasa optimisme kepada masyarakat di tengah pandemi corona atau Covid-19 serta bekerja sama agar tetap berada di rumah.
"Imbauan kepada Youtuber memberikan semangat dan optimisme kepada masyarakat untuk menghadapi Covid-19 bisa diatasi dan bekerja sama tetap di rumah," katanya.
Sosiolog Universitas Padjadjaran (Unpad), Ari Ganjar Herdiansah, turut memberikan tanggapan terhadap konten video Youtuber Ferdian Paleka. Ia menganggap tindakannya tidak hanya melecehkan waria tetapi juga sebagian masyarakat yang tengah kesulitan ekonomi pada masa pandemi corona.
"Tidak mengherankan reaksi masyarakat yang marah karena memang masyarakat kebanyakan sedang sulit dan ada pelecehan seperti itu saya kira Youtuber tersebut tidak hanya melecehkan waria tapi dianggap melecehkan sebagian masyarakat yang kesulitan ekonomi," ujar dosen FISIP Unpad tersebut saat dihubungi.
Ia membaca konten yang ditayangkan Youtuber tersebut ingin mengemas isu-isu kekinian, yaitu masyarakat yang tengah kesulitan pada masa pandemi Covid-19 dengan membagikan sembako. Namun, menurut dia, pembagian sembako dijadikannya sebagai bahan dan ajang lelucon.
"Saya perhatikan channel Youtube-nya ekstrem (nakal) ciri khasnya itu. Hanya dia tidak memikirkan kepekaan moral di tengah pandemi," katanya.
Menurut dia, beberapa kontennya menyentil nilai moral di masyarakat seperti menggendong perempuan dan seorang perempuan yang duduk di pingggangnya. Dia mengatakan, konten tersebut tidak bisa diterima oleh masyarakat, termasuk masyarakat dunia.
Namun, menurut dia, sebagian masyarakat yang menonton Youtube penasaran dengan konten tersebut sehingga banyak yang menonton dan terdapat mangsa pasar. Ari menduga perilaku Youtuber yang minim empati tersebut terjadi karena literasi atau pemahaman yang kurang.
Menurut Air, literasi bisa meningkatkan wawasan, termasuk bisa membaca sentimen yang terjadi di masyarakat. Literasi pula akan berdampak kepada kualitas konten Youtube yang mendidik atau tidak.
"Ini jadi refleksi bagi masyarakat supaya dapat menyeleksi konten di Youtube karena ada yang bertolak belakang dengan pendidikan. Artinya, ada konten tidak mendidik," katanya.
Terkait label milenial yang kurang sensitif terhadap permasalahan masyarakat, Ari melihat terdapat kecenderungan hal seperti itu. Namun, menurut Ari, tidak bisa digeneralisasi bahwa generasi milenial tidak peka, tidak sensitif, dan pragmatis. Pasalnya, mereka yang mengomentari negatif perilaku Ferdian di media sosial juga generasi milenial.
"Kita tidak bisa menggeneralisasi bahwa konten Youtube diisi milenial mencari hal unik dan kreatif, tapi ada juga sisi pragmatis. Tapi, yang pragmatis juga tidak selalu negatif juga ada," katanya.
Menyikapi laporan yang diadukan para waria ke polisi, ia mengungkapkan, jalan terbaik dalam penyelesaian kasus tersebut adalah prosedur hukum. Ia juga berharap masyarakat tidak perlu mengggeruduk rumah atau meneror orang tuanya. "Justru dengan adanya reaksi berlebihan membuat masyarakat tidak nyaman," katanya.
Pendiri gerakan#BijakBersosmed, Enda Nasution, menekankan pentingnya menggunakan media sosial secara sehat dan bijak. Enda beberapa waktu lalu pernah mengatakan, siapa pun yang menggunakan media sosial harus tahu bahwa platform dunia maya tersebut diatur undang-undang, yaitu UU ITE.
"Hampir setiap bulan ada kasus hukum yang melibatkan penggunaan social media," katanya. "Selain ranah hukum, juga perhatikan ranah etika dalam media sosial. Sanksi sosial di-bully oleh netizen."
Enda juga mewanti-wanti pentingnya berakal sehat dalam menggunakan media sosial. Konten negatif, menurut dia, perlu dihindari, seperti SARA. Enda menekankan untuk lebih sensitif dengan identitas orang lain, termasuk latar belakang budaya.